4 Kelakuan Buruk Pengungsi Rohingya Aceh, Buang Bantuan-Kabur dari Kamp

Kelakuan Buruk Pengungsi Rohingya di Aceh

Aceh – Berbagai tindak kekerasan yang diterima etnis Rohingya di Myanmar mendorong mereka mengungsi ke sejumlah negara. Indonesia, lebih tepatnya Aceh, menjadi tujuan utama pelarian mereka.

Akan tetapi, akhir-akhir ini, warga Aceh malah semakin getol menolak kedatangan mereka. Dari kabar terbaru, warga setempat sampai membongkar tenda tempat penampungan para pengungsi Rohingya.

Mungkin terlihat kurang manusiawi. Namun demikian, bukan tanpa alasan pengungsi Rohingya ditolak di Aceh. Fakta di lapangan menunjukkan, warga negara Rohingya ternyata berperilaku buruk yang lantas meresahkan masyarakat Aceh.

Baca juga : Asal-usul Rohingya dan Alasan Mereka Mengungsi

Beragam Kelakuan Buruk Pengungsi Rohingya di Aceh

Rasa kasihan terhadap pengungsi Rohingya yang menantang maut menuju Aceh menjadi sirna lantaran kelakuan buruk mereka. Dihimpun dari arsip berita beritamega4d.com, berikut rangkuman informasi tentang beragam kelakuan buruk pengungsi Rohingya di Aceh.

1. Buang Bantuan Warga ke Laut

potret pengungsi Rohingya

Ketibaan pengungsi Rohingya di Aceh mula-mulanya disambut baik oleh warga setempat. Mereka diberi bantuan berupa air mineral dan nasi bungkus. Akan tetapi, seolah tak bersyukur, mereka malah membuang bantuan warga ke laut.

Kejadian tersebut terjadi saat rombongan yang terdiri dari 249 imigran Rohingya tiba di Desa Pulo Pineung Meunasah Dua, Bireuen, Aceh. Masyarakat menolak para imigran turun ke daratan.

Kendati disuruh pergi, masyarakat dari Desa Pulo Pineung Meunasah Dua tetap memberikan sejumlah bantuan. Hanya saja, bantuan tersebut malah dibuang ke laut usai para imigran Rohingya tersebut dilarang turun dari kapal.

“Tadi mereka kita bantu kita berikan nasi, mie instan, air mineral, beras dan lainnya. Awalnya mereka menolak yang kita kasih dan beras sama Indomie dibuang ke laut,” kata Kapolsek Jangka Ipda Novizal saat dimintai konfirmasi beritamega4d.com, Kamis (16/11/2023).

2. Kabur dari Kamp Pengungsian

pengungsi Rohingya di Sabang
pengungsi Rohingya di Sabang

Sejumlah imigran etnis Rohingya diketahui pernah mencoba melarikan diri dari kamp pengungsian. Berdasarkan keterangan polisi, aksi mereka itu kerap dilakukan usai difasilitasi orang-orang yang menyewa kendaraan, sopir hingga arah tujuan.

Diberitakan beritamega4d.com, sebanyak 12 imigran Rohingya pernah mencoba kabur dari kamp penampungan sementara di Ladong, Aceh Besar, Aceh. Mereka diciduk saat hendak menaiki mobil dengan tujuan ke Medan, Sumut.

Sebelum kejadian di Aceh Besar tersebut, 28 imigran Rohingya yang ditampung di UPTD Dinas Sosial di Ladong, Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar, juga pernah melarikan diri. Imigran-imigran tersebut kabur dengan memanjat pohon dan tembok.

“Benar ada 28 pengungsi Rohingya kabur. Mereka lari dengan cara memanjat pohon dan menggapai tembok. Saat ini kami dibantu warga masih melakukan pencarian,” kata Kabid Humas Polda Aceh Kombes Joko Krisdiyanto kepada wartawan, Senin (13/3).

Bahkan, sebagian besar imigran Rohingya yang tiba di Aceh sebenarnya merupakan mereka yang kabur dari kamp pengungsian di Bangladesh. Hasil penyelidikan polisi menunjukkan, para pengungsi tersebut sengaja membayar kapal orang Bangladesh untuk berlayar ke Indonesia.

“Ini hasil dari penyelidikan kita. Mereka membiayai dengan membayar kapal dengan awak kapalnya orang Bangladesh, masuk ke Indonesia tanpa prosedur yang resmi sehingga ini bisa dikategorikan sebagai penyelundupan manusia,” jelas Kapolda Aceh Irjen Achmad Kartiko kepada wartawan di Mapolda Aceh, (30/11).

Baca juga : Pulau Galang Jadi Opsi Penampungan Pengungsi Rohingya, Wawalkot Batam: Siap

3. Tidak Mematuhi Norma dan Adat Masyarakat Setempat

Sejumlah imigran etnis Rohingya beristirahat setelah terdampar di Desa Pasi Beurandeh, Kecamatan Batee, Kabupaten Pidie, Aceh, Rabu (15/11/2023). Sebanyak 146 orang imigran etnis Rohingya yang terdiri dari 44 orang laki-laki, 61 orang perempuan dan 41 orang anak-anak terdampar di pantai Desa Pasi Beurandeh.
Pengungsi Rohingya

Tidak ada asap jika tidak ada api. Warga Aceh bukan tanpa sebab mengusir kedatangan pengungsi Rohingya. Pemicu utama penolakan tersebut adalah karena sikap dan perilaku buruk dari imigran Rohingya yang pernah terdampar sebelumnya.

“Salah satu alasan penolakan yang berkembang, karena imigran Rohingya yang pernah terdampar sebelumnya berperilaku kurang baik dan tidak patuh pada norma-norma masyarakat setempat,” kata Kabid Humas Polda Aceh Kombes, Joko Krisdiyanto, dalam keterangan kepada wartawan.

Disebutkan pula oleh Kapolres Lhokseumawe AKBP, Henki Ismanto, para pengungsi Rohingya tidak mematuhi adat serta syariat Islam yang diterapkan di Aceh.

“Para pengungsi yang melarikan diri, tidak menjaga kebersihan, dan tidak mengindahkan syariat Islam dan adat di kalangan masyarakat,” terang Henki.

4. Memperkosa Anak di Bawah Umur

Petugas Inafis dari Polresta Banda Aceh dan Polres Kabupaten Aceh Besar mengambil foto imigran etnis Rohingya di tempat penampungan sementara UPTD Dinas Sosial Aceh Rumoh Seujahtera Beujroh Meukaya Ladong, Aceh Besar, Aceh, Jumat (17/2/2023). Sebanyak 62 orang imigran etnis Rohingya yang  terdampar di pantai Desa Lampanah Leugah, Aceh Besar pada Kamis (16/2/2023), dipindahkan ke tempat tempat penampungan sementara UPTD Dinas Sosial Aceh Rumoh Seujahtera Beujroh Meukaya Ladong, Aceh Besar, Aceh.
pengungsi Rohingya

Kelakuan buruk pengungsi Rohingya tidak hanya sebatas kabur dari kamp pengungsian dan membuang bantuan warga. Seorang warga negara Rohingya ditangkap polisi setelah diduga telah memperkosa anak di bawah umur.

Pelaku yang berinisial RU melancarkan aksi kejinya di kamp penampungan sementara di Padang Tiji, Pidie, Aceh. Ia ditangkap usai orang tua korban melapor ke pos pengamanan.

“Pelaku memperkosa korban di bilik tempat korban tinggal. Pelaku mengancam korban dengan sebilah pisau untuk diam,” kata Kasat Reskrim Polres Pidie Iptu, Rangga Setyadi, saat dimintai konfirmasi beritamega4d.com, Senin (4/7).

Sementara itu, korban dibawa ke RSUD Tgk Chik Ditiro Sigli untuk dilakukan pemeriksaan.

“Pemeriksaan awal dengan didampingi penerjemah yang ditunjuk pihak UNHCR, pelaku mengakui benar ia telah melakukan pelecehan seksual terhadap korban,” jelas Rangga.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *