beritamega4d.com
Minggu, 18 Feb 2024 23:00 WIB
Jakarta – Setelah melegalkan ganja sekitar dua tahun, sekarang Thailand akan kembali memperketat aturannya. Terutama ganja untuk penggunaan rekreasi.
Melansir Times of India, Jumat (16/2/2024), pengetatan peraturan ini menyusul kekhawatiran terhadap kaum muda dan meningkatnya kejahatan.
RUU yang diusulkan direkomendasikan oleh Menteri Kesehatan Chonlanan Srikaew. RUU itu bertujuan melarang ganja untuk rekreasi, tetapi tetap mengizinkan penggunaan ganja medis.
Pada janji-janji sebelumnya dalam membatasi ganja penggunaan medis, pasar tetap beroperasi dengan pengawasan yang minim. Hal tersebut mengarah ke laporan masalah terkait narkoba.
Sementara itu, beberapa orang berpendapat ini sebagai kemunduran total. Para pendukung dan pengusaha ganja menyerukan penegakan yang lebih baik dan pendekatan alih-alih pelarangan.
Jika laporan tersebut benar, Kabinet diperkirakan akan menyetujui RUU tersebut untuk dipertimbangkan oleh parlemen. RUU itu hingga kini belum resmi dibahas pada pertemuan terakhirnya.
RUU yang diedarkan tersebut diedarkan untuk mendapatkan masukan dari publik pada Januari. Rancangan tersebut menguraikan denda 60 ribu baht atau sekitar Rp 26 juta bagi yang menggunakan ganja untuk hiburan atau kesenangan. Kendati demikian, belum ada rincian spesifik terkait regulasi ganja medis.
Adapun sebelumnya Thailand mencatat sejarah sebagai negara Asia pertama yang melegalkan ganja. Pelegalan ini dipimpin oleh Partai Bhumjaithai selama kampanye pemilihan umum 2019. Partai ini menjanjikan kepada para petani bahwa budidaya ganja akan menjadi tanaman komersial yang menguntungkan.
Selain itu, pemimpin partai Anutin Charnvirakul, yang sekarang menjabat sebagai Menteri Kesehatan, memainkan peran penting dalam mengubah UU Narkotika pada tahun 2022. Ia menghapus ganja dari daftar zat yang dikendalikan.
Terlepas dari adanya komitmen untuk juga membatasi ganja dalam penggunaan medis, pasar telah beroperasi dengan regulasi minimal.
Kementerian Kesehatan Thailand mengeluarkan peraturan yang mengkategorikan ganja sebagai ramuan yang dikendalikan. Peraturan ini membuat perlu izin untuk penanaman atau penjualannya. Sementara itu, terdapat larangan penjualan online, transaksi dengan wanita hamil, merokok ganja di depan umum, dan individu di bawah 20 tahun.
Kendati demikian, terdapat tempat-tempat yang tak memiliki legalitas dan platform online yang terus memfasilitasi akses ke ganja, terutama kepada kalangan anak muda.
Namun, Kementerian Kesehatan melaporkan peningkatan yang signifikan kepada individu yang mencari pengobatan untuk masalah psikologis dengan ganja. Hal itu meningkat lebih dari 37 ribu pasien pada tahun 2022 dan 63 ribu pasien pada tahun 2023.
Anggota parlemen dari Partai Maju Bergerak, Kalyapat Rachitroj, yang memiliki latar belakang medis mengakui manfaat ekonomi ganja. Tetapi, ia juga menyoroti masalah sosial yang timbul dari penggunaan rekreasi yang meluas, terutama di kalangan pemuda. Mengingat keadaan tersebut, dia menyarankan klasifikasi ulang ganja sebagai narkotika.
Namun, para pendukung dan pengusaha ganja menolak kemunduran yang drastis. Rattapon Sanrak, pendiri toko ganja legal perdana di Thailand, menentang pengembalian ganja ke dalam daftar narkotika, dan menganggapnya sebagai reaksi yang berlebihan.
Dia mengingatkan bahwa industri ganja di Thailand tengah tumbuh substansial. Ia menyebut perlu pengendalian untuk penggunaan di bawah umur. Sanrak mengadvokasi diskusi ekstensif di antara para pemangku kepentingan.