Jakarta, BeritaMega4D.com Indonesia – Rupiah kembali melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) seiring kekhawatiran kembali Bank Sentral AS The Fed kembali menerapkan kebijakan pengetatan keuangan.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup melemah ke level Rp15.695/US$ atau terkoreksi 0,03%. Penurunan nilai rupiah ini menjadikan kinerja buruk selama 5 hari beruntun. Hal ini menjadikan adanya kekhawatiran rupiah akan menjebol level psikologis Rp 15.700/US$ kembali.
Sementara indeks dolar AS (DXY) pada pukul 14.58 WIB turun tipis 0,10% menjadi 105,75. Angka ini lebih rendah dibandingkan penutupan perdagangan Jumat lalu (10/11/2023) yang berada di angka 105,86.
Baca Juga : Ngeri! Bos BI Ungkap 6 Ciri Pemburukan Ekonomi Global
Pasar keuangan hari ini masih belum menunjukkan adanya sentimen signifikan baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Tidak ada data ekonomi yang dirilis yang dapat memicu gejolak harga yang berarti.
Meskipun demikian, Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa terjadi capital outflow pada periode 6-9 November. Investor asing melakukan net sell di pasar keuangan domestik, mencatatkan jual neto sebesar Rp1,27 triliun, dengan penjualan neto Rp1,59 triliun di pasar SBN, Rp1,35 triliun di pasar saham, dan pembelian neto Rp1,66 triliun di SRBI.
Baca Juga : Ekonomi RI Tumbuh di Bawah 5%, Ini Analisa Sri Mulyani
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2023 mencapai 4,94% secara tahunan (yoy), sementara pertumbuhan kuartalan (qtq) hanya 1,60%. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan kuartal II-2023 yang mencatat pertumbuhan tahunan sebesar 5,17%. Terdapat penurunan dari kuartal III-2022 yang mencapai 5,73% (yoy).
Penurunan cadangan devisa Indonesia juga menjadi perhatian, turun menjadi US$133,1 miliar pada Oktober 2023 dari posisi sebesar US$134,9 miliar pada September 2023. Hal ini dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan upaya stabilisasi nilai tukar rupiah sebagai respons terhadap meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global.
Dari luar negeri, Ketua Bank Sentral AS (The Fed), Jerome Powell, mengumumkan bahwa mencapai target inflasi cukup sulit, memungkinkan adanya pengetatan kembali. Pernyataan ini mengecewakan pelaku pasar yang telah melihat pelemahan data tenaga kerja AS sebagai indikator melunaknya The Fed.
Sebagai hasilnya, perangkat FedWatch menunjukkan bahwa 14,1% pelaku pasar memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin. Sementara itu, 26% pelaku pasar meyakini kenaikan suku bunga akan terjadi pada Januari 2024, mencapai 5,50-5,75%.