Senin, 03 Jun 2024 13:22 WIB
Jakarta – Calon Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti mengungkap penyebab melemahnya rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Mata uang Negeri Paman Sam masih bertengger di level Rp 16.200-an.
Menurutnya, dolar AS cenderung menguat terhadap hampir seluruh mata uang dunia. Hal ini tak lepas dari inflasi di AS yang belum turun hingga menyebabkan suku bunga berada di level tinggi.
“Di negara maju inflasi mereka masih di atas target. Sementara emerging market inflasinya sudah jauh di bawah mereka. High for longer dicerminkan dengan inflasi tinggi, akibatnya suku bunga kebijakan di masing-masing negara, khususnya di negara maju, akan dipertahankan tinggi dalam waktu yang lama,” katanya dalam uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) dengan Komisi XI DPR RI di Senayan, Jakarta Pusat, Senin (3/6/2024).
“Ini menyebabkan yield UST bond akan tetap tinggi sehingga mendorong penguatan dolar index terhadap mata uang kuat negara lainnya. Yang mana hal ini berpotensi mendorong outflow dari emerging market,” tambah dia.
Ia menyebut penguatan dolar AS merupakan salah satu hal yang perlu diwaspadai. Meski begitu, ia menyebut pelemahan rupiah terhadap dolar AS lebih baik dibanding mata uang negara-negara lain.
“Memang Indonesia (rupiah) year to date mengalami pelemahan 3,86%. Namun demikian dibandingkan peer group, apakah Filipina, Korea, Thailand, Turki, depresiasi rupiah jauh lebih manageable dibanding negara-negara lainnya,” sebutnya.
Sebagai informasi, dolar AS awal pekan dibuka di zona merah. Dikutip dari data RTI dolar AS berada di level Rp 16.239 melemah 1 poin atau 0,01%. Hari ini dolar AS dibuka pada level Rp 16.240 dan level tertinggi Rp 16.254 serta level terendah Rp 16.239. Secara mingguan dolar AS menguat 1,11%.
Secara bulanan dolar AS menguat 1,37%. Lalu secara tiga bulanan dolar AS menguat 3,2%. Kemudian secara enam bulanan dolar AS menguat 3,2%.