Batam – Wakil Presiden Ma’ruf Amin menyebut Pulau Galang, Batam Kepulauan Riau (Kepri) bisa jadi opsi penampungan pengungsi Rohingya. Wakil Wali Kota Batam, Amsakar Achmad mengaku siap jika memang opsi itu menjadi kebijakan pemerintah pusat.
“Pemerintah kabupaten kota adalah penyelenggara negara di lini terbawah, artinya kalau negara sudah memiliki kebijakan terkait pengungsi Rohingya diberikan dukungan dan negara memutuskan Batam (sebagai tempat penampungan) dan disambut gagasan pak wakil presiden tentunya kami pemerintah daerah siap melaksanakan itu,” kata Amsakar, Rabu (6/12/2023).
Amsakar menyebut pihaknya siap menjadi tempat penampungan pengungsi Rohingya karena Batam punya pengalaman penanganan pengungsi Vietnam. Selain itu Batam juga punya pengalaman penanganan COVID-19 dengan dibangunnya Rumah Sakit Khusus infeksi (RSKI) di Pulau Galang.
“Saya sampaikan bahwa Batam cukup punya pengalaman untuk tugas kemanusiaan. Mulai dari penampungan pengungsi Vietnam, penanganan COVID-19 yang sempat pro kontra terkait pembangunan RSKI tapi Alhamdulillah bisa berjalan dengan baik,” ujarnya.
Amsakar menerangkan pihaknya siap menampung pengungsi Rohingya dengan pertimbangan kemanusiaan. Ia juga menjelaskan hal itu sesuai amanat nasional Indonesia.
“Ini adalah tugas kemanusiaan dan mengambil peran untuk masyarakat dunia. Dan itu jadi bagian politik Indonesia serta salah satu bagian tujuan nasional Kita. Menjaga ketertiban umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dan menjaga ketertiban umum. Indonesia dalam sejarah kemanusiaan ini banyak peran dan luar biasa membantu persoalan dunia Dan bagaimana kita bisa hadir di persoalan dunia internasional ,” terangnya.
“Intinya jika ada kebijakan pemerintah pusat kita komunikasi secara bijak. Karena kita bicara nurani pada hakikatnya nurani setiap orang ingin membantu sesama manusia,” tambahnya.
Disinggung terkait potensi konflik yang akan timbul terkait wacana Pulau Galang Batam dijadikan tempat pengungsian, Amsakar menyebut itu bisa diatasi jika sudah jadi kebijakan pemerintah pusat.
“Potensi konflik yang akan terjadi, kalau dia sudah jadi kebijakan negara dari persoalan A hingga Z pasti sudah dipagari. Kemungkinan risiko terburuk akan dipersiapkan langkah antisipasi dilakukan,” ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Presiden Ma’ruf Amin menekankan pemerintah akan mencarikan solusi terbaik soal pengungsi Rohingya. Ma’ruf menyebutkan pemerintah segera mengambil langkah-langkah terkait itu.
“Oleh karena ini ada solusi-solusi yang pas dan masyarakat kita juga dan penempatannya dimana. Dulu juga pernah kita menjadikan Pulau Galang untuk pengungsi Vietnam, nanti kita akan bicarakan lagi apa akan seperti itu, saya kira pemerintah akan mengambil langkah-langkah,” kata Ma’ruf Selasa (5/12/2023) dilansir beritamega4d.com.
“Oleh karena ini ada solusi-solusi yang pas dan masyarakat kita juga dan penempatannya dimana. Dulu juga pernah kita menjadikan Pulau Galang untuk pengungsi Vietnam, nanti kita akan bicarakan lagi apa akan seperti itu, saya kira pemerintah akan mengambil langkah-langkah,” ujarnya
Batam – Buntut permasalahan pengungsi Rohingya di Aceh berujung pada dijadikannya Pulau Galang, Batam, Kepulauan Riau (Kepri), sebagai opsi tempat penampungan.
Gagasan dari Wakil Presiden Ma’ruf Amin itu disambut baik oleh Wakil Wali Kota Batam, Amsakar Achmad. Dirinya mengaku siap jika memang opsi itu menjadi kebijakan pemerintah pusat.
“Pemerintah kabupaten kota adalah penyelenggara negara di lini terbawah. Artinya, kalau negara sudah memiliki kebijakan terkait pengungsi Rohingya diberikan dukungan dan negara memutuskan Batam (sebagai tempat penampungan) dan disambut gagasan pak wakil presiden, tentunya kami pemerintah daerah siap melaksanakan itu,” kata Amsakar, Rabu (6/12/2023).
Adapun Pulau Galang yang ada di Kepri tersebut dulunya juga pernah menjadi tempat penampungan para manusia perahu. Dilansir dari arsip beritamega4d.com dan sumber lainnya, simak rangkuman informasi tentang Pulau Galang berikut ini.
Disebutkan dalam Pulau Galang sebagai Penampungan Pengungsi Vietnam oleh Bunari (2017), berdasarkan cerita rakyat yang beredar di masyarakat, galang memiliki arti ‘landasan’.
Pulau Galang terletak di Kepulauan Riau dengan luas sekitar 80 km persegi. Pulau ini hanya berjarak 7 km dari Pulau Batam.
Wilayahnya merupakan gabungan dari tiga pulau, yakni Batam, Rempang, dan Galang. Ketiganya dihubungkan dengan sebuah jembatan yang dikenal dengan nama Jembatan Barelang.
Jembatan tersebut dibangun pada 1992-1998. Membentang sejauh 54 km, Jembatan Barelang merupakan buah tangan dari mendiang Presiden BJ Habibie dan menjadi ikon wilayah tersebut hingga saat ini.
Sejarah Singkat Pulau Galang Batam
Pulau Galang sudah dikenal bahkan sejak era Kerajaan Melayu Riau. Masih berdasarkan Bunari (2017), pulau seluas 80 km persegi tersebut mulanya dikenal sebagai “pulau para Lanun”.
Julukan tersebut erat kaitannya dengan konflik antara kolonial Belanda dan Kerajaan Melayu Riau pada peristiwa tahun 1784 dan 28 Juni 1837.
Catatan sejarah menunjukkan pula bahwa pulau yang pernah ditanami pohon karet ini pernah beberapa kali menjadi sebuah tempat penampungan.
Yang paling pertama adalah sebagai penampungan tentara Jepang pada 1945 sebelum mereka dikembalikan ke negaranya. Kemudian, pada 1979, Pulau Galang menjadi tempat pengungsian para manusia perahu dari Vietnam.
a. Pulau Galang dan Kampung Vietnam
Berlangsung saat Presiden Soeharto masih menjabat, beritamega4d memberitakan, mengungsinya orang-orang Vietnam ke berbagai negara dipicu oleh konflik di negara mereka, yakni jatuhnya Saigon dan kemenangan Partai Komunis pada 1975.
Masyarakat Vietnam takut diperlakukan buruk oleh kepemimpinan yang baru sehingga mereka terpaksa mengarungi lautan dengan perahu kayu untuk mencari suaka di berbagai negara.
Beberapa ada yang terdampar ke Malaysia dan Filipina. Sementara itu, ada pula yang tiba di Indonesia.
Pada kedatangan pertama, setidaknya ada 97 warga negara Vietnam yang terdampar. Oleh penduduk setempat, mereka pun ditampung. Hanya saja, jumlah warga Vietnam yang tiba semakin banyak. Dari laporan PBB pada 1979, ada 43.000 manusia perahu masuk ke Indonesia.
Alhasil, atas dasar kemanusiaan, Presiden Soeharto memutuskan untuk memberi izin para pengungsi untuk tinggal di Pulau Galang untuk sementara waktu.
Pemerintah saat itu membangun barak-barak, rumah sakit, sekolah, tempat ibadah, dan pos keamanan di atas lahan seluas 80 ha. Para pengungsi menetap di kawasan tersebut hampir 17 tahun lamanya.
Barulah pada 1996, sekitar 250 ribu pengungsi yang menetap di Pulau Galang dipulangkan kembali ke negara asal mereka.
Adapun lokasi bekas tempat pengungsian warga Vietnam tersebut dijuluki sebagai Kampung Vietnam. Meski sudah ditinggal oleh para pengungsi, wilayah tersebut masih tetap dijaga.
Bahkan, bangunan-bangunan peninggalan Kampung Vietnam kini menjadi wisata sejarah kemanusiaan yang dikelola oleh BP Batam.
b. Menjadi Lokasi Penanganan COVID-19 di Era Presiden Jokowi
Pemerintah akan membangun RS khusus penyakit menular, termasuk virus Corona di Pulau Galang, Kepulauan Riau. RS ini akan merehat bangunan yang sudah ada. (Foto: Agus Siswanto Siagian/beritamega4d.com)
Jika pada masa pemerintahan Soeharto menjadi suaka pengungsi Vietnam, di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi, Pulau Galang juga pernah menjadi lokasi penanganan COVID-19.
Diberitakan beritamega4d.com, gedung bekas rumah sakit yang ada di kampung Vietnam disulap menjadi Rumah Sakit Khusus Infeksi COVID-19.
Setelah beroperasi untuk penanganan COVID-19, RSKI Pulau Galang yang sebelumnya dikelola oleh BNPB RI kini diserahkan pengelolaannya ke Kemenhan pada Desember 2022 lalu.
Selama beroperasi RSKI telah merawat 21 ribu pasien. Sejak Mei 2022, sudah tidak ada lagi pasien yang dirawat di rumah sakit ini.
BeritaMega4D Jakarta – Tim Fleet One Quick Responses (F1QR) Pangkalan Utama Angkatan Laut IV (Lantamal IV) Batam berhasil menggagalkan pengiriman calon pekerja migran Indonesia (PMI) di perairan Batam, Kepulauan Riau. Mereka akan dikirim ke Malaysia.
Atas aksinya itu, Lantamal Batam diusulkan untuk Soedirman Awards 2023. Total ada 17 orang PMI yang diamankan dalam 2 operasi pada Sabtu (3/6/2023).
“TNI AL berhasil menggagalkan dua upaya pengiriman calon pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal sejumlah 17 orang yang dilaksanakan Tim F1QR Lantamal IV Batam,” demikian keterangan dari TNI AL.
Penggagalan pengiriman PMI ilegal ini di dua lokasi, yakni di Pulau Bokor, Tiban, dan Ocarina, Batam Center. Sembilan orang PMI diamankan di Pulau Bokor.
“Dari upaya penggagalan tersebut, petugas berhasil menangkap dua orang yang diduga pelaku penyelundupan PMI ilegal,” jelasnya.
Kemudian penggagalan kedua, tim berhasil mengamankan delapan orang calon PMI ilegal di perairan Batam Center. Mereka diamankan di atas kapal pancung saat hendak berangkat menuju Malaysia.
“Dalam upaya penggagalan ini, ditangkap satu orang diduga pelaku penyelundupan PMI ilegal,” sebutnya.
Calon PMI ilegal tersebut disebut berasal dari beberapa daerah, di antaranya dari Aceh, Batam, Solo, Sumenep, dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Calon PMI ilegal yang akan bertolak dari Batam ke Malaysia tersebut dikenai tarif Rp 6 juta hingga Rp 12 juta per orang.
Lantamal Batam kemudian menyerahkan 17 orang calon PMI ilegal dan para pelaku penyelundup ke Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Batam untuk penindakan lebih lanjut.
“Keberhasilan Tim F1QR TNI AL dalam upaya menggagalkan pengiriman calon PMI ilegal dari Batam ke Malaysia ini merupakan implementasi dari perintah Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Muhammad Ali kepada seluruh jajaran TNI AL untuk selalu waspada dan merespon cepat segala informasi didapat, dalam hal ini pengiriman calon PMI ilegal di daerah perbatasan RI,” pungkasnya.
BERITAMEGA4D.COM, JAKARTA – Pernyataan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono yang memerintahkan anggotanya piting rakyat Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau viral di media sosial.
Perintah Panglima TNI Yudo Margono menyusul bentrokan antara aparat dan warga Rempang dan menyoroti momen rakyat Rempang yang anarkis.
Di sisi lain, Panglima Suku Dayak, Panglima Pajaji yang dikenal dengan nama Agustinus Lucky lantang menyuarakan solidaritasnya untuk masyarakat Rempang Batam.
Panglima Pajaji tampak berang melihat bentrokan di sana dan siap mengerahkan pasukannya demi membela masyarakat adat Kepulauan Rempang di Kepri.
Sebab, Panglima Pajaji merasa senasib dengan rakyat Rempang.
“Menyesalkan tindakan yang terjadi di Pulau Rempang. Saya sangat menyesalkan perbuatan aparat penegak hukum yang mengintimidasi masyarakat, yang ada di Pulau Rempang,” kata Panglima Pajaji seperti ditayangkan di akun YouTube Tribunnews, berdasar video di akun Facebook Panglima Pajaji, yang dilihat BERITAMEGA4D.COM, Sabtu (16/9/2023).
Panglima Pajaji lalu memberi pesan ke aparat bahwa mereka terlahir dari masyarakat dan dibesarkan oleh masyarakat.
“Anda aparat, para aparat. Anda-anda itu terlahir dari masyarakat dan sama seperti saya. Anda dibesarkan oleh masyarakat. Anda juga didirikan, dihadirkan karena masyarakat,” kata Panglima Pajaji.
Namun nyatanya kata Pajaji, tindakan aparat justru menyakiti masyarakat.
“Tapi sekarang tindakan kalian malah berputar arah. Menyiksa masyarakat. Mengintimidasi rakyat negara kalian sendiri. Menjarah negara kalian sendiri,” ujarnya.
Panglima Pajaji memahami bahwa aparat hanya menjalankan tugas.
“Ya, saya tahu kalian menjalankan tugas. Tapi yang kalian lawan itu adalah rakyat, masyarakat kita yang ada di NKRI ini,” katanya.
Kemudian Panglima Pajaji menyampaikan pesan ke masyarakat Rempang untuk terus berjuang dan ia berjanji akan membantunya.
“Masyarakat Rempang, saudara-saudara saya yang ada di sana. Saya akan turun tangan langsung membantu kalian yang ada di Rempang. Saya akan hadir membantu saudara-saudara saya yang ada di Rempang,” kata Panglima Pajaji.
“Saya tidak main main. Saudara-saudarau di Rempang. Tetaplah perjuangkan hak kalian di sana. Karena hak kalian, tumpah darah kalian. Hak kalian adalah warisan nenek moyang kalian yang mereka rampas dari penjajah dan terbentukah NKRI,” ujar Panglima Pajaji.
Namun sekarang kata Panglima Pajaji, anak cucu dan generasinya dijajah dengan gaya baru.
“Dan sekarang anak cucunya, generasinya yang diperjuangkan tanah leluhur, sekarang dijajah. Dijajah dengan gaya baru,” katanya.
Piting Rakyat
Sebelumnya Pernyataan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono yang memerintahkan anggotanya memiting rakyat Rempang, di media sosial.
Video yang diunggah Tribun Network lewat kanal youtube itu pun diunggah ulang oleh masyarakat di sejumlah platform media sosial.
Pernyataan itu pun menuai kritik keras dan tanda tanya besar publik.
Sebab dalam instruksinya, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono memerintahkan akan menerjunkan anggota TNI di Pulau Rempang.
Laksamana Yudo Margono pun meminta anggotanya untuk mengatasi kerusuhan di sana dengan cara memiting rakyat Rempang yang mencoba melawan.
Video pernyataan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono itu satu di antaranya diunggah akun @yaniarsim pada Jumat (15/9/2023).
“Lebih dari masyarakatnya itu satu orang miting satu. Ya kan TNI-nya umpanya, masyarakatnya 1.000 ya kita keluarkan 1.000. Satu miting satu itu kan selesai. Nggak usah pakai alat, dipiting aja satu-satu,” ungkap Laksamana Yudo Margono.
“Tahu itu dipiting? ya itu dipiting aja satu-satu,” tegasnya.
Dalam tayangan berikutnya, Laksamana Yudo Margono menilai langkah tersebut mampu mengatasi sikap anarkis rakyat Rempang yang melakukan perlawanan.
Dirinya pun menegaskan anggota TNI yang diterjunkan ke Pulau Rempang harus dilengkapi dengan perlengkapan anti huru hara.
Laksamana Yudo Margono pun memerintahkan Kepala Badan Perbekalan Tentara Nasional (Babek TNI) untuk mempersiapkan perlengkapan anti huru hara.
Tujuannya agar anggotanya tidak menjadi sasaran empuk serangan rakyat Rempang ketika terjadi kericuhan.
“Saya kuatir kalau kita pakai alat, nanti kita bertahan dilempari tadi. Anak-anak berani maju terus untuk bertahan, tetapi kalau dilempari, ngamuk juga sampean itu. Ada itu di Babek. Kita punya itu alat-alat baru,” ungkap Laksamana Yudo Margono.
“Itu memang kalau yang lama nggak dipakai ya silahkan Kababek biar keluar dari gudang, itu sudah lama saya lihat. Kasih tahu Kababek itu,” tegasnya.
Dirinya menilai cara-cara kekerasan dalam mengatasi konflik Pulau Rempang tidak perlu dilakukan.
“Sedih saya dengarnya pak @Puspen_TNI ‘Satu orang piting satu orang, rakyatnya 1.000 kita turunkan 1.000 selesai….’ Dulu rakyat mengusir kompeni, kini diusir TNI, apabedanya kelen klu gitu,” tulis akun @yaniarsim pada Jumat (15/9/2023).
Tak hanya akun @yaniarsim, hal senada disampaikan masyarakat.
Mereka menuliskan beragam tanggapan terkait pernyataan sang Panglima dalam kolom komentar.
@adilsan71: Bila ini diteruskan bukan Mustahil timbul Simpati pada OPM yg sering membunuh TNI. Naluri manusia itu bila dia disakiti maka ketika org yg menyakiti terkena musibah akan hilang simpati.
@yaniarsim: Bila perlu OPM nya undang ke Rempang
@YasirMukhtar: Wah, kacau sih ini… Sebelumnya TNI justru jadi tempat “mengadu” ketika institusi satu lagi gebukin rakyat. Sekarang dua-duanya mau gebukin rakyat. Not good, not good. Semoga ada pimpinan yang waras yang bisa menengahi.
@mhdgnti: TNI VS Rakyat. Gaji TNI dibayar dari pajak Rakyat. Menyedihkan !
@wahyutoto1: Tidak ada rakyat yang berani menyerang aparat pelindungnya, dan rakyat rempangpun sedang tidak kelaparan, hanya mempertahanksn tanah leluhurnya yang memberinya penghidupan. Tupoksi TNI adalah menjaga kedaulatan negara dari musuh, apakah rakyat dirempang itu musuh negara..??
@66Lodaya: Saya masyarakat pak, kalau satu lawan satu dan anak buah bapak ngak bawa senjata. Saya yakin anak buah bapak yg saya piting…
@CH4__15R: Pasal 7 Statuta Roma 1998 berbunyi “attack directed against any civilian population” dari kebijakan negara merupakan “crime against humanity”. Nah, pasal ini diadopsi dalam Pasal 9 UU No 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Sejak benturan tanggal 11 September 2023 .
@therra_: Makananm, minuman, tempat tinggal, senjata yg kalian pakai itu semua dr pajak rakyat…skrg rakyat diperlakukan layaknya kriminal demi investor??
Dzolim kalian!!
@qwrtpsdfgh: Ya udah, pak @Puspen_TNI kalau emamg ada nyali, tinggal sebut aja “ayo perang”. Rakyat ga ada yg takut dengan semua petugas bersenjata kok.
Fakta Video Panglima Laksamana Yudo Margono
Pernyataan Panglima Laksamana Yudo Margono yang viral di media sosial merupakan potongan dari video milik TNI yang dipotong sebagian.
Dalam video lengkap, pernyataan Panglima Laksamana Yudo Margono itu merujuk aksi anarkis sekelompok masyarakat yang menyerang secara brutal anggota TNI ketika terjadi kericuhan di depan Kantor BP Batam, Batam, Kepulauan Riau pada Senin (11/9/2023).
Panglima Laksamana Yudo Margono menyoroti momen rakyat rempang yang sangat anarkis.
Tak hanya melempari aparat dengan batu, mereka memukuli seorang anggota polisi yang sudah tak berdaya.
Anggota polisi itu bahkan dihantamkan dengan batu berukuran besar hingga pingsan.
“Orang sudah diam, terus diambil batu langsung dilemparkan (ke polisi). Ini kan udah seperti orang yang lagi bunuh hewan gitu loh,” kata Panglima TNI Laksamana Yudo Margono.
“Seperti bunuh hewan pakai batu gede langsung dilemparkan begitu,” sambungnya.
Dalam video tersebut, dirinya meyakini para pendemo yang besikap anarkis itu adalah bukan merupakan orang asli Rempang.
Mereka katanya orang luar Pulau Rempang yang ikut serta dalam aksi demo dan membuat suasana semakin panas.
“Ini berarti sudah masuk ke ranah pidana. Ya kalau seperti itu, ya nanti kita berikan. Saya tidak memberikan itu, karena saya khawatir, karena anak-anak ini nanti mindsetnya berubah nanti, kembali lagi seperti orde baru,” jelasnya.
Dalam tayangan selanjutnya, Panglima Laksamana Yudo Margono pun menegaskan TNI akan berada di Garda terdepan apabila dibutuhkan.
Sebab diakuinya, dirinya sudah gemas melihat polisi diserang oleh massa.
“Saya melihat kemarin itu, mampu, tapi mampu kok diam saja digebuki, atau memang apa namanya,” ungkap Panglima Laksamana Yudo Margono.
“Karena saya lihat bertahan saja kan, saya lihat dengan anu yang di atas dan menumpuk jadi satu, dan sementara pendemonya ini bawa batu besar-besar itu, dilemparkan ke itu, kayak lempari itu,” jelasnya.
Oleh karena itu, Panglima Laksamana Yudo Margono menginstruksikan akan menerjunkan anggotanya di Pulau Rempang.
Laksamana Yudo Margono pun meminta anggotanya untuk mengatasi kerusuhan di sana dengan cara memiting rakyat Rempang yang mencoba melawan.
Video pernyataan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono itu satu di antaranya diunggah akun @yaniarsim pada Jumat (15/9/2023).
“Lebih dari masyarakatnya itu satu orang miting satu. Ya kan TNI-nya umpanya, masyarakatnya 1.000 ya kita keluarkan 1.000. Satu miting satu itu kan selesai. Nggak usah pakai alat, dipiting aja satu-satu,” ungkap Laksamana Yudo Margono.
“Tahu itu dipiting? ya itu dipiting aja satu-satu,” tegasnya.
Dalam tayangan berikutnya, Laksamana Yudo Margono menilai langkah tersebut mampu mengatasi sikap anarkis rakyat Rempang yang melakukan perlawanan.
Dirinya pun menegaskan anggota TNI yang diterjunkan ke Pulau Rempang harus dilengkapi dengan perlengkapan anti huru hara.
Laksamana Yudo Margono pun memerintahkan Kepala Badan Perbekalan Tentara Nasional (Babek TNI) untuk mempersiapkan perlengkapan anti huru hara.
Tujuannya agar anggotanya tidak menjadi sasaran empuk serangan rakyat Rempang ketika terjadi kericuhan.
“Saya kuatir kalau kita pakai alat, nanti kita bertahan dilempari tadi. Anak-anak berani maju terus untuk bertahan, tetapi kalau dilempari, ngamuk juga sampean itu. Ada itu di Babek. Kita punya itu alat-alat baru,” ungkap Laksamana Yudo Margono.
“Itu memang kalau yang lama nggak dipakai ya silahkan Kababek biar keluar dari gudang, itu sudah lama saya lihat. Kasih tahu Kababek itu,” tegasnya.
Polri Terjunkan 400 Personil
Imbas kericuhan yang terjadi di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, Polri menambah pasukan sebanyak 400 personel.
Jumlah tersebut setara dengan empat Satuan Setingkat Kompi atau SSK.
“Kekuatan personel saat ini terus kami tambah, ada kurang lebih 4 SSK sampai hari ini kami tambah,” kata Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, kepada wartawan, Kamis (14/9/2023).
Ia menuturkan penambahan pasukan atau personel menyesuaikan dengan situasi yang terjadi di sana.
Namun, Listyo Sigit mengatakan dalam penanganan persoalan di sana, bakal tetap mengedepankan pendekatan sosialisasi kepada masyarakat.
Menurut dia, ada kesalahan komunikasi sehingga terjadilah kericuhan serta penyerangan di kantor BP Batam beberapa waktu lalu.
“Memag ada beberapa hal yang mungkin masih perlu ada kejelasan, kemudian tentunya memerlukan keputusan-keputusan yang lebih komprehensif,” kata dia. (dwi)