Gabung BRICS: Peluang atau Ancaman bagi Indonesia?

Gabung BRICS: Peluang atau Ancaman bagi Indonesia?

Pengamat menyebut keanggotaan Indonesia di BRICS bisa menawarkan 4 keuntungan bagi RI.
Pengamat menyebut keanggotaan Indonesia di BRICS bisa menawarkan 4 keuntungan bagi RI. (via REUTERS/Alexander Nemenov).
Jakarta, beritamega4d.com Indonesia — Indonesia resmi menjadi anggota penuh blok ekonomi Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan (BRICS).Posisi Indonesia yang sudah tak lagi sekadar mitra diumumkan Pemerintah Brasil pada Senin (6/1). Negara pemegang kepemimpinan blok tersebut menegaskan anggota lain sudah menyetujui masuknya Indonesia ke dalam BRICS.

“Indonesia berbagi dengan anggota kelompok lainnya mendukung untuk reformasi lembaga tata kelola global dan berkontribusi positif terhadap pendalaman kerja sama di Global South,” kata Pemerintah Brasil, dikutip dari Reuters.

Kementerian Luar Negeri mengapresiasi Brasil selaku Ketua BRICS 2025. Pencapaian ini mereka klaim sebagai cerminan peningkatan peran aktif Indonesia dalam isu-isu global, serta komitmen memperkuat kerja sama multilateral demi mewujudkan tatanan global yang lebih inklusif dan berkeadilan.

Pemerintah memandang keanggotaan BRICS ini merupakan langkah strategis dalam meningkatkan kolaborasi dan kerja sama dengan negara berkembang lain. Ini ditempuh berdasarkan prinsip kesetaraan, saling menghormati, dan pembangunan berkelanjutan.

“Sebagai negara dengan perekonomian yang terus tumbuh dan beragam, Indonesia berkomitmen untuk berkontribusi secara aktif dalam agenda BRICS, termasuk mendorong ketahanan ekonomi, kerja sama teknologi, pembangunan berkelanjutan, dan mengatasi tantangan global, seperti perubahan iklim, ketahanan pangan, dan kesehatan masyarakat,” tulis pernyataan resmi Kemlu, Selasa (7/1).

“Kami berdedikasi penuh untuk bekerja sama dengan seluruh anggota BRICS ataupun dengan pihak lainnya, untuk mewujudkan terciptanya dunia yang adil, damai, dan sejahtera,” tambah kementerian pimpinan Sugiono itu.

Lantas, apa saja untung dan buntung Indonesia bergabung ke BRICS? Apa mungkin ini merupakan jalan pintas Presiden Prabowo Subianto mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen?

Prabowo memang mematok target tinggi untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia. Walau, ia sendiri tak berani berjanji target itu bakal tercapai di masa kepemimpinannya.

Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan ada cukup banyak keuntungan besar yang sebenarnya bisa didapat Indonesia dari keanggotaannya di BRICS. Terlebih, anggota BRICS juga sudah mencakup Timur Tengah, sejalan dengan niat ekspansi Indonesia ke pasar negara di kawasan tersebut.

Ia menjabarkan proporsi ekonomi negara BRICS mengalami peningkatan yang cukup tajam. Awalnya pada 1990 proporsi ekonomi negara di kelompok ini hanya 15,66 persen, kemudian melonjak sampai 32 persen di 2022.

Perekonomian salah satu dedengkotnya, China, memang diprediksi akan melambat. Akan tetapi, Negeri Tirai Bambu tetap akan menjadi pesaing Amerika Serikat (AS).

“Bergabung dengan BRICS akan memberikan keuntungan bagi Indonesia untuk bisa lepas dari pasar tradisional, seperti AS dan Eropa. Eropa pun sebenarnya sudah mulai ‘resek’ dengan kebijakan ekspor Indonesia, di mana sering terlibat perselisihan dalam hal perdagangan global, salah satunya hambatan EUDR untuk komoditas kelapa sawit,” katanya kepada CNNIndonesia.com.

“Prabowo pun menunjukkan keberpihakannya kepada sawit lokal. Saya rasa itu menjadi pertimbangan juga untuk mencari pasar alternatif,” tegas Huda.

Huda meyakini koalisi politik dan ekonomi bisa mem-boost pertumbuhan Indonesia ke depan. Akan tetapi, ia menegaskan status sebagai anggota penuh BRICS bukan jaminan ekonomi tumbuh 8 persen.

Sang ekonom menilai target ambisius Prabowo itu belum tentu terbantu dengan masuknya Indonesia ke blok ekonomi BRICS. Pasalnya, perekonomian negara ini masih berpangku pada sektor konsumsi domestik.

“Saya masih menganggap target pertumbuhan ekonomi 8 persen halu. Mau gabung ke BRICS pun gak bisa mendongkrak. Perekonomian kita memang ditopang oleh konsumsi domestik, ekspor ke negara lain tidak berpengaruh banyak,” ungkap Huda.

Di lain sisi, status baru Indonesia malah memunculkan risiko bentrok kepentingan dengan negara adidaya lain, yakni Amerika Serikat. Negara-negara BRICS dikhawatirkan berseteru soal fasilitas perdagangan dengan AS yang bisa dicabut atau bahkan dikurangi.

Potensi perang dagang AS dan China juga masih terbuka. Terlebih, Donald Trump kembali memegang kendali kepemimpinan Negeri Paman Sam usai menang Pilpres 2024.

“Ada potensi ekonomi global akan melambat dan ber-impact pada negara koalisi. Memang saya rasa pilihan masuk ke BRICS lebih rasional ke depan, walaupun juga ada risikonya dengan negara-negara Organization of Economic Co-operation and Development (OECD) dan Blok Barat,” tandasnya.

Harga Minyak Mentah Anjlok, Pasca Meredanya Badai Rafael di Amerika

Harga Minyak Mentah Anjlok, Pasca Meredanya Badai Rafael di Amerika

Harga minyak mentah dunia melandai pada Senin (11/11) seiring meredanya badai di AS dan kebijakan stimulus China mengecewakan pasar.

aJakarta, beritamega4d.com — Harga minyak mentah dunia melandai pada perdagangan Senin (11/11) seiring meredanya badai di Amerika Serikat (AS).

Melemahnya harga minyak juga dipicu rencana stimulus fiskal oleh China mengecewakan, padahal investor mengharapkan permintaan bahan bakar di konsumen minyak nomor 2 dunia itu meningkat.

Harga minyak mentah berjangka Brent turun 19 sen atau 0,3 persen menjadi US$73,68 per barel. Sementara harga minyak mentah West Texas Intermediate AS (WTI AS)turun 25 sen atau 0,4 persen ke US$70,13 per barel.

Kedua patokan harga minyak tersebut turun lebih dari 2 persen pada Jumat lalu (8/11).

Kekhawatiran pasar tentang gangguan pasokan akibat badai Rafael di Teluk Meksiko AS mereda.

Kini, tersisa sekitar seperempat minyak Teluk Meksiko AS dan 16 persen produksi gas alam tetap offline pada Minggu, menurut regulator energi lepas pantai.

Paket stimulus Beijing yang diumumkan pada rapat komite tetap Kongres Rakyat Nasional (NPC) pada akhir pekan lalu tidak memenuhi ekspektasi pasar.

Analis pasar IG Tony Sycamore mengatakan China hanya memberikan stimulus yang sederhana untuk perumahan dan konsumsi.

Sementara itu, analis ANZ mengatakan kurangnya stimulus fiskal langsung menyiratkan pembuat kebijakan Tiongkok telah memberikan ruang untuk menilai dampak kebijakan yang akan diperkenalkan oleh pemerintahan AS berikutnya.

Konsumsi minyak di Tiongkok, pendorong pertumbuhan permintaan global selama bertahun-tahun, hampir tidak naik pada 2024 karena pertumbuhan ekonominya melambat. Penggunaan bensin menurun dengan pesatnya pertumbuhan kendaraan listrik dan gas alam cair yang menggantikan solar sebagai bahan bakar truk.

Ngeri! Bos BI Ungkap 6 Ciri Pemburukan Ekonomi Global

Ngeri! Bos BI Ungkap 6 Ciri Pemburukan Ekonomi Global

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo
Jakarta, BeritaMega4D.com Indonesia – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan kondisi perekonomian dunia global kini tergambar dari 6 ciri yang mengarah ke pemburukan.

Pemburukan kondisi perekonomian global itu dipengaruhi oleh berlanjutnya peningkatan ketegangan geopolitik di Rusia dan Ukraina, maupun Timur Tengah, serta agresifnya pengetatan moneter di Amerika Serikat.

“Bahwa dinamika perekonomian global sepanjang 2023 berubah sangat cepat dan cenderung memburuk,” kata Perry saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Senin (13/11/2023).

Dia pun merincikan, 6 ciri tersebut ialah pertumbuhan ekonomi global yang melemah pada 2023 ke level 2,9% dari perkiraan sebelumnya di sekitar 3%. Pelemahan ini diiringi dengan divergensi pertumbuhan ekonomi antarnegara yang semakin lebar.

Baca juga : Ekonomi RI Tumbuh di Bawah 5%, Ini Analisa Sri Mulyani

“Di satu sisi AS pertumbuhannya tinggi dan di sisi lain Tiongkok menurun karena permintaan domestik dan juga masalah properti,” ucap Perry.

“Pada 2024 pertumbuhan ekonomi global juga diperkirakan melambat menjadi 2,8% dengan risiko kemungkinan bisa lebih rendah,” tegasnya.

Ciri kedua ialah tingginya angka inflasi akibat harga pangan dan energi yang terus meninggi akibat ketegangan geopolitik di berbagai wilayah, serta tingginya inflasi jasa dan keketatan tenaga kerja di negara maju.

BI pun memperkirakan inflasi global pada akhir 2023 masih akan terus tinggi ke level 5,1% dari kondisi 2022 sebesar 8,5%. Dan Makin menurun pada 2024 menjadi 3,8%.

“Akan turun tapi masih lebih tinggi dari 3% yaitu mungkin 3,8% mungkin inflasi dunia itu baru akan turun pada paruh kedua 2024, meskipun juga negara maju itu terus melakukan pengetatan moneter yang lebih agresif,” kata Perry.

Baca Juga : Sri Mulyani Hadiri Pertemuan APEC di AS, Bawa Kabar Buruk!

Ciri ketiga ialah tingginya suku bunga negara-negara maju yang akan masih tinggi dalam waktu jangka lama. Ia memperkirakan, suku bunga bank sentral AS pun pada 2023 akan naik pada kuartal IV-2023 menjadi 5,75% dan baru turun perlahan pada paruh kedua 2024 menjadi 5,25%.

“Bisa naik sekali lagi di akhir tahun ini menjadi 5,75% dari 5,5% sehingga secara keseluruhan 5,75%. Tahun depan juga masih tinggi 5,25% kemungkinan FFR baru turun paruh kedua tahun depan,” tutur Perry.

Ciri keempat ialah tingginya kebutuhan utang pemerintah AS yang menyebabkan imbal hasil atau yield surat utang jangka menengah US Treasury tenor panjang seperti 10 tahun naik sangat pesat.

Pada kuartal II-2023, menurutnya, masih sebesar 3,84% untuk UST 10 Tahun, namun pada kuartal III-2023 menjadi 4,57% dan pada kuartal IV 2023 menjadi 5,16%. Barulah pada paruh kedua 2024, dia perkirakan turun menjadi 4,87%.

“Yang baru adalah besarnya utang pemerintah AS karena untuk biaya Covid dan juga sekarang perang menyebabkan suku bunga obligasi pemerintah AS atau yield US Treasury meningkat tajam,” tegas Perry.

Ciri kelima menurutnya adalah potensi masih akan terus tingginya penguatan dolar Amerika Serikat terhadap mata uang lain, termasuk Indonesia. Indeks dolar AS atau DXY pun menurutnya masih akan berada di level 107 pada kuartal IV-2023 dari kuartal III sebesar 103,3.

“Itu adalah penguatan dolar dan tahun depan kemungkinan mulai melemah tapi masih tinggi 102,1% dan fenomena-fenomena ini memerlukan upaya ekstra keras dari emerging market, termasuk Indonesia untuk menjaga ketahanan ekonomi,” tegas Perry.

Ciri terakhir atau yang keenam kata Perry ialah kombinasi dari seluruh permasalahan itu, yakni larinya modal dari negara-negara emerging market ke aset likuid di negara maju, khususnya dolar AS.

“Pengetatan moneter ini menyebabkan suku bunga negara maju khususnya di AS semakin tinggi dan kemungkinan akan lama diikuti mata uang dolar yang sangat kuat dan juga pelarian modal ke aset global yang likuid atau cash is the king,” ungkap Perry.

Sri Mulyani Hadiri Pertemuan APEC di AS, Bawa Kabar Buruk!

Sri Mulyani Hadiri Pertemuan APEC di AS, Bawa Kabar Buruk!

Foto: Menteri Keuangan Sri Mulyani Memberi Pemaparan Konferensi Pers KSSK: Hasil Rapat Berkala KSSK IV Tahun 2023. (BeritamMega4D.com)
Foto: Menteri Keuangan Sri Mulyani Memberi Pemaparan Konferensi Pers KSSK: Hasil Rapat Berkala KSSK IV Tahun 2023. (BeritamMega4D.com)

Jakarta, BeritamMega4D.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan semakin kompleksnya persoalan ekonomi global saat menghadiri pertemuan menteri keuangan negara-negara anggota Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) di San Francisco, Amerika Serikat, Senin (13/11/2023).

Pertemuan antar menteri keuangan se Asia-Pasifik itu mendiskusikan isu-isu terkini. Setidaknya ada 21 negara anggota APEC yang turut hadir dalam pertemuan tersebut.

“Pada kesempatan kali ini, saya sampaikan beberapa hal, utamanya terkait kondisi serta tantangan perekonomian global yang semakin kompleks. Salah satunya adalah kebijakan “higher for longer” yang semakin meningkatkan risiko posisi fiskal beberapa negara,” ucap Sri Mulyani dikutip dari akun instagramnya, Selasa (14/11/2023).

Sri Mulyani mengaku, juga menyampaikan pentingnya respons secara global terhadap keluarnya kebijakan-kebijakan terkait isu perubahan iklim, agar dapat dimitigasi bersama dan justru menjadi potensi sumber pertumbuhan baru.

Baca Juga: Ekonomi RI Tumbuh di Bawah 5%, Ini Analisa Sri Mulyani

Di sisi lain, ia melanjutkan, turut menyampaikan pentingnya merespons kebutuhan pembiayaan yang masif tatkala tingkat suku bunga tinggi. Sebab, berpotensi memberikan tekanan yang besar dan berujung pada meningkatnya pembiayaan pada negara-negara berkembang, termasuk Indonesia fi dalamnya.

“Menghadapi segala dinamika global ini, saya sampaikan bahwa menyambut kebijakan fiskal yang matang dan bijaksana menjadi begitu penting kini. Selain itu, saat-saat penuh tantangan seperti ini merupakan waktu yang tepat untuk melakukan beragam reformasi struktural. Indonesia sendiri selama beberapa tahun ini terus menuntaskan berbagai agenda reformasi,” ucapnya.

Dalam merespons isu yang ia sampaikan itu, Sri Mulyani menekankan, APBN Indonesia telah menjadi katalisator upaya-upaya mempercepat transformasi perekonomian. Menaruh fokus investasi pada infrastruktur dan sumber daya manusia menjadi contohnya.

“Ini merupakan contoh upaya menyelesaikan beragam isu-isu pembangunan. Diskusi pagi ini pun berlangsung cukup hangat di tengah udara San Fransisco yang cukup dingin. Semoga melalui diskusi ini dan beragam rangkaian agenda APEC ke depan, kita semua dapat menemukan solusi bersama dalam menghadapi beragam tantangan dunia,” kata Sri Mulyan