Putin: Rusia Tak Berminat Perburuk Situasi di Timur Tengah

Putin: Rusia Tak Berminat Perburuk Situasi di Timur Tengah

Jakarta, beritamega4d.com — Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan pihaknya “tidak tertarik” dalam konflik di Timur Tengah yang terus meningkat.
Hal tersebut disampaikan Putin ketika ditanya apakah Moskow akan memberikan dukungan kepada Iran jika Israel melancarkan serangan.

“Kami sangat prihatin dengan apa yang terjadi di kawasan tersebut. Rusia tidak tertarik dengan konflik yang semakin memburuk. Kami tidak akan mendapatkan apa pun dari ini secara strategis, kami hanya akan melihat masalah tambahan,” kata Putin, berbicara pada konferensi pers di KTT BRICS di Kazan, Rusia, Kamis (24/10), dikutip dari beritamega4d.com.

Menurut Putin, Moskow berfokus pada kompromi dan diplomasi dalam konflik Israel dengan Iran dan sekutunya Hamas dan Hizbullah.

“Kami melihat peran kami sebagai pencipta kondisi untuk menyelesaikan situasi melalui pencarian kompromi bersama,” ujarnya.

Putin telah lama memposisikan Rusia sebagai mediator netral yang mungkin di Timur Tengah, yang mampu bekerja sama dengan Israel dan negara-negara tetangga regional. Ia mencatat bahwa Israel “mengalami serangan teroris pada bulan Oktober tahun lalu, jadi kami harus menyikapinya dengan tenang.”

“Kami harus menganalisis semuanya secara akurat, tetapi kami tidak boleh memaafkan tanggapan yang tidak proporsional terhadap serangan teroris seperti itu,” tambah Putin.

Vladimir Putin telah bertemu dengan pemimpin Palestina Mahmoud Abbas di KTT BRICS.

“Kami sangat mendukung diakhirinya pertumpahan darah [di Gaza] dengan cepat,” kata Putin kepada Abbas dalam komentar yang disiarkan di televisi.

Kremlin telah menjaga hubungan dengan Israel dan Palestina, tetapi para ahli mengatakan pengaruhnya yang sebenarnya atas konflik tersebut terbatas.

Tidak seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa, Rusia tidak memasukkan Hamas ke dalam daftar hitam sebagai organisasi “teroris”.

Negara Pemasok Senjata Hamas Untuk Serang Israel, 2 dari Eropa

Negara Pemasok Senjata Hamas Untuk Serang Israel, 2 dari Eropa

Jakarta, beritamega4d.com Indonesia — Kelompok perlawanan dari Palestina, Hamas disebut-sebut memperoleh persenjataan dari sejumlah negara, salah satunya negara Asia.
Sebanyak dua negara juga disebut ikut memasok senjata buat Hamas.

Hasil investigasi independen terbaru menemukan Hamas menggunakan senjata-senjata yang diproduksi di Iran, Rusia, China, Korea Utara, dan Bulgaria.

The Conversation melaporkan sebagian besar senjata-senjata Hamas dipasok oleh Iran selaku sekutu utamanya.

Senjata-senjata dari Iran itu dikirim ke Hamas melalui Mesir dan diselundupkan ke Gaza lewat terowongan.

“Iran juga telah mengirimkan rudal balistiknya yang lebih canggih kepada Hamas melalui laut, dalam bentuk komponen untuk kemudian dirakit di Gaza,” kata peneliti senior di Middle East Institute (MEI) di Washington, Charles Lister, seperti dikutip CNN.

China

Selain Iran, Hamas juga disebut menerima persenjataan dari Negeri Tirai Bambu. Senapan serbu AK-47 yang digunakan Hamas menyerang Israel merupakan senjata buatan China.

Menurut ahli senjata militer yang menjabat Direktur Armament Research Services , Jenzen-Jones, Hamas menggunakan senjata era Soviet yang ditiru dan diproduksi di Iran dan China.

Senjata-senjata itu termasuk varian dari 9M32 Strela rancangan Rusia, sebuah sistem rudal antipesawat pencari panas portabel.

Dilansir dari Associated Press (AP), Jenzen-Jones mengatakan gagang pada salah satu peluncur rudal yang pernah terlihat dipegang seorang pejuang Hamas merupakan varian yang diproduksi di China dan telah digunakan militer Iran dan sekutunya, termasuk milisi Hizbullah di Lebanon.

Rusia

Senjata Hamas juga disebut-sebut diproduksi dan dirancang oleh Rusia. Salah satunya yaitu senapan serbu AK-47.

Mengenai senjata Rusia, Hamas biasanya merakit dan meniru persenjataan punya Kremlin.

Salah satu senjata paling canggih milik Hamas yang berasal dari hasil meniru Rusia yakni PG-7VR. Roket antitank ini secara khusus dibuat untuk mengalahkan sistem lapis baja pada tank tempur Merkava Mark VI milik Israel.

Hamas juga merakit roket Rusia yang diberi nama Al-Yasin 105. Versi asli milik Rusia mampu melelehkan lapisan baja setebal dua kaki. Namun, tidak jelas apakah yang dirakit Hamas sama ampuhnya dengan milik Rusia.

Korea Utara

Granat berpeluncur roket milik Hamas juga dilaporkan diproduksi di Korea Utara.

Badan intelijen Korea Selatan pada Januari lalu mengonfirmasi bahwa kelompok milisi Gaza itu menggunakan senjata Korea Utara dalam serangan ke Israel.

Korsel menyebut salah satu senjata itu yakni granat berpeluncur roket F-7. Korut sementara itu membantah senjatanya telah digunakan Hamas untuk menyerang Israel, demikian dilaporkan The Japan Times.

Bulgaria

Jonathan Ferguson, kurator senjata api di Museum Persenjataan Kerajaan di Inggris, juga mengatakan granat berpeluncur roket Hamas juga dibuat di Bulgaria selain di Korea Utara.

Hal itu diketahui berdasarkan tanda yang tertera dalam senjata tersebut.

Arab Saudi Sudah Resmi Menjadi Anggota BRICS Dan Masuk dengan Blok Rusia dan China

Arab Saudi Sudah Resmi Menjadi Anggota BRICS Dan Masuk dengan Blok Rusia dan China

Delegasi Afrika Selatan duduk di balik kaca berlogo BRICS saat KTT BRICS diadakan di Johannesburg, Afrika Selatan, 23 Agustus 2023.

TV pemerintah Saudi mengatakan pada Selasa (2/1) bahwa kerajaan tersebut secara resmi bergabung dengan blok negara-negara BRICS.

Menteri Luar Negeri Arab Saudi sebelumnya mengatakan pada Agustus bahwa kerajaannya akan mempelajari secara terperinci sebelum diusulkan bergabung pada 1 Januari untuk mengambil “keputusan yang tepat.”

Pangeran Faisal bin Farhan mengatakan kelompok BRICS adalah “saluran yang bermanfaat dan penting” untuk memperkuat kerja sama ekonomi.

Blok BRICS sebelumnya mencakup Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan. Namun kini keanggotannya bertambah dengan bergabungnya Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Mesir, Iran, dan Ethiopia.

KTT BRICS: Rusia, Afrika Selatan Serukan Gencatan Senjata di Gaza

Masuknya Arab Saudi terjadi di tengah ketegangan geopolitik antara Amerika Serikat (AS) dan China, dan perluasan pengaruh Beijing terhadap Arab Saudi.

Meski terus menjalin hubungan yang kuat dengan AS, Arab Saudi mengambil langkah sendiri karena kekhawatiran bahwa Washington kurang berkomitmen terhadap keamanan Teluk dibandingkan di masa lalu.

China, pembeli minyak terbesar Arab Saudi, memimpin seruan agar BRIC berekspansi untuk menjadi penyeimbang terhadap negara-negara Barat.

Perluasan keanggotaan tersebut dapat memperkuat ambisi kelompok tersebut untuk menjadi pemimpin negara-negara di belahan bumi Selatan, meskipun pada November lalu Argentina memberi isyarat bahwa mereka tidak akan menerima undangan untuk bergabung.