Alfian Hari Ini Diperiksa Kejagung, Dugaan Kasus Apa yang Menjerat Eks Dirut Patra Niaga?

Alfian Hari Ini Diperiksa Kejagung, Dugaan Kasus Apa yang Menjerat Eks Dirut Patra Niaga?

Jakarta, Indonesia – Kejaksaan Agung (Kejagung) menjadwalkan pemeriksaan terhadap mantan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Alfian Nasution (AN), pada Jumat (21/3) pukul 09.00 WIB.

Ia akan diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018-2023.

Panggilan Pemeriksaan

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menyatakan bahwa surat panggilan telah dilayangkan kepada Alfian, dan penyidik masih menunggu konfirmasinya.

“Penyidik akan melakukan pemeriksaan terhadap mantan Direktur PT Pertamina Patra Niaga berinisial AN yang direncanakan 21 Maret,” ujar Harli kepada wartawan, Kamis (20/3).

Hingga saat ini, penyidik telah meminta keterangan dari 147 saksi, termasuk dua ahli. Selain itu, beberapa direksi Pertamina juga telah diperiksa. Kejagung terus mendalami apakah masih ada pihak lain yang perlu dimintai keterangan.

Sembilan Tersangka dan Kerugian Negara

Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka, terdiri dari enam pegawai Pertamina dan tiga pihak swasta. Salah satu tersangka adalah Riva Siahaan, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga.

Kejagung mengungkap bahwa total kerugian keuangan negara mencapai Rp193,7 triliun, dengan rincian:

  • Kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri: Rp35 triliun
  • Kerugian impor minyak mentah melalui DMUT/Broker: Rp2,7 triliun
  • Kerugian impor BBM melalui DMUT/Broker: Rp9 triliun
  • Kerugian pemberian kompensasi (2023): Rp126 triliun
  • Kerugian pemberian subsidi (2023): Rp21 triliun

Dampak Kasus

Menurut Kejagung, sembilan tersangka bersekongkol melakukan impor minyak mentah dengan prosedur yang tidak sesuai, sehingga berdampak pada kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Akibatnya, pemerintah harus memberikan subsidi lebih besar yang bersumber dari APBN.

Link Terkait :

https://novadatatech.com/

https://desakwalalangkat.id/

https://bahorok.id/

https://restaurantenakar.com

Kasus Pertamina, Ahok Bawa Dokumen Rapat saat Penuhi Panggilan Kejagung

Kasus Pertamina, Ahok Bawa Dokumen Rapat saat Penuhi Panggilan Kejagung

Jakarta, Indonesia – Eks Komisaris Utama PT Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, memenuhi panggilan Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus korupsi Pertamina, Kamis (13/3).

Berdasarkan pantauan di lokasi, Ahok tiba sekitar pukul 08.40 WIB dengan mengenakan kemeja coklat dan didampingi oleh timnya. Ia mengaku senang dipanggil oleh penyidik karena dapat membantu pengusutan kasus korupsi terkait tata kelola minyak mentah dan produk kilang di Pertamina pada periode 2018-2023.

“Sebetulnya secara struktur Subholding, tapi tentu saya sangat senang bisa membantu kejaksaan,” ujarnya di lokasi.

Ahok menegaskan bahwa dirinya siap mengungkap fakta-fakta hukum yang ia ketahui selama menjabat sebagai Komisaris Utama Pertamina. Ia juga membawa sejumlah dokumen dari hasil rapat yang telah dilakukan.

“Apa yang saya tahu akan saya sampaikan. Data yang kami bawa ini adalah data rapat. Jika diminta, tentu akan kami serahkan,” tuturnya.

Kerugian Negara Capai Rp193,7 Triliun

Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan sembilan orang tersangka, yang terdiri dari enam pegawai Pertamina dan tiga pihak swasta. Salah satu tersangka adalah Riva Siahaan, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga.

Kejagung mengungkapkan bahwa total kerugian negara akibat kasus ini mencapai Rp193,7 triliun. Rinciannya adalah sebagai berikut:

  • Kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri: Rp35 triliun.
  • Kerugian impor minyak mentah melalui DMUT/Broker: Rp2,7 triliun.
  • Kerugian impor BBM melalui DMUT/Broker: Rp9 triliun.
  • Kerugian pemberian kompensasi (2023): Rp126 triliun.
  • Kerugian pemberian subsidi (2023): Rp21 triliun.

Kejagung menegaskan bahwa para tersangka diduga bersekongkol dalam melakukan impor minyak mentah yang tidak sesuai prosedur serta mengolahnya dengan cara yang tidak semestinya. Akibat perbuatan tersebut, harga bahan bakar minyak (BBM) mengalami kenaikan sehingga pemerintah harus memberikan kompensasi subsidi yang lebih tinggi, yang bersumber dari APBN.