Kenaikan Pajak Rokok Elektrik Resmi Di Ketuk Palu Pada 1 Januari 2024

Kenaikan Pajak Rokok Elektrik Resmi Di Ketuk Palu Pada 1 Januari 2024
Ilustrasi pajak rokok elektrik

Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) secara resmi mengenakan pajak atas produk-produk rokok elektrik (REL) per 1 Januari 2024 mendatang.

Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 143/PMK/2023 mengenai Tata Cara Pemungutan, Pemotongan, dan Penyetoran Pajak Rokok.

Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu, Luky Alfirman, mengatakan penerbitan PMK ini telah sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD).

Adapun menurutnya penerbitan PMK ini juga bertujuan untuk mengendalikan konsumsi rokok oleh masyarakat. Karenanya ia meminta peran aktif para pemangku kepentingan termasuk pelaku usaha rokok elektrik dalam mendukung implementasi kebijakan tersebut.

“Pemberlakuan Pajak Rokok atas Rokok Elektrik (REL) pada tanggal 1 Januari 2024 ini merupakan bentuk komitmen Pemerintah Pusat dalam memberikan masa transisi pemungutan pajak rokok atas rokok elektrik sejak diberlakukan pengenaan cukainya di pertengahan tahun 2018,” jelas Luky dalam keterangan resmi Kemenkeu, Jumat (29/12/2023).

Luky juga mengatakan pengenaan cukai rokok terhadap rokok elektrik ini akan berdampak pula pada pengenaan pajak rokok yang merupakan pungutan atas cukai rokok (piggyback taxes). Namun pada saat pengenaan cukai atas rokok elektrik pada tahun 2018, belum serta merta dikenakan Pajak Rokok.

Hal ini merupakan upaya pemberian masa transisi yang cukup atas implementasi dari konsep piggyback taxes yang telah diimplementasikan sejak 2014 yang merupakan amanah dari Undang Undang Nomor 28 tahun 2009.

Kemudian menurutnya pengenaan pajak rokok elektrik ini dilakukan bukan hanya untuk pendapatan negara saja, melainkan juga aspek keadilan mengingat rokok konvensional dalam operasionalnya melibatkan petani tembakau dan buruh pabrik, telah terlebih dahulu dikenakan pajak rokok sejak tahun 2014.

Sebab penerimaan cukai rokok elektrik sepanjang 2023 ini hanya sebesar Rp 1,75 triliun. Jumlah ini hanya sebesar 1% dari total penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) dalam setahun.

Padahal menurut Luky kebijakan pengenaan pajak rokok elektrik ini merupakan kontribusi bersama antara pemerintah dan para pemangku kepentingan terutama pelaku usaha rokok elektrik yang diharapkan dapat dirasakan manfaatnya secara optimal oleh masyarakat.

“Paling sedikit 50% dari penerimaan pajak rokok ini diatur penggunaannya (earmarked) untuk pelayanan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) dan penegakan hukum yang pada akhirnya mendukung pelayanan publik yang lebih baik di daerah”, ujar Luky Alfirman.

Sebagai informasi, rokok elektrik merupakan salah satu barang kena cukai sebagaimana amanat dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang mengatur bahwa cukai dikenakan terhadap barang kena cukai yang salah satunya adalah hasil tembakau, yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, rokok elektrik, dan hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL).

Demi Selamatkan Generasi Muda, WHO Minta Semua Negara Larang Vape dengan Perasa

Demi Selamatkan Generasi Muda, WHO Minta Semua Negara Larang Vape dengan Perasa
Demi Selamatkan Generasi Muda, WHO Minta Semua Negara Larang Vape dengan Perasa
Demi Selamatkan Generasi Muda, WHO Minta Semua Negara Larang Vape dengan Perasa

Jakarta – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendesak pemerintah di semua negara untuk memperlakukan rokok elektrik (vape) dengan varian rasa layaknya rokok tembakau atau rokok konvensional.

Disorotinya, penggunaan vape akan mendorong perusahaan tembakau besar untuk beralih ke rokok elektrik sebagai alternatif rokok konvensional.

Dikutip dari mega4dnews, WHO menegaskan penggunaan vape dilarang di 34 negara pada Juli tahun ini. Di antaranya yakni di Brazil, India, Iran, dan Thailand. Akan tetapi, banyak negara sulitan menegakkan aturan penggunaan rokok elektrik. Pada banyak kasus, rokok elektrik ini tetap tersedia di pasar gelap.

Mengacu pada penelitian yang sudah ada, hingga kini tidak ada bukti bahwa vape betulan bisa menjadi alternatif untuk perokok berhenti mengkonsumsi rokok konvensional. Justru, vape juga bisa memicu gangguan kesehatan dan mendorong kecanduan nikotin di kalangan non-perokok, terutama anak-anak dan remaja.

“Anak-anak direkrut dan dijebak pada usia dini untuk menggunakan rokok elektrik dan mungkin kecanduan nikotin,” kata Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus. Sembari disinggungnya, di seluruh wilayah dengan pemasaran yang agresif, vape lebih banyak digunakan oleh anak berusia 13-15 tahun dibandingkan oleh orang dewasa.

WHO mendesak negara-negara untuk menerapkan perubahan, termasuk larangan penggunaan rasa-rasa vape seperti mentol, serta penerapan langkah-langkah pengendalian tembakau pada vape. WHO tidak memiliki kewenangan atas peraturan nasional di setiap negara, melainkan hanya bisa memberikan panduan, yang rekomendasinya kemudian diadopsi secara sukarela.

WHO menyebut, meski hingga kini risiko kesehatan jangka panjang dari penggunaan vape belum diketahui secara pasti, sudah terbukti bahwa vape pun menghasilkan beberapa zat pemicu kanker, menimbulkan masalah kesehatan jantung dan paru-paru, serta mempengaruhi perkembangan otak pada generasi muda.