BeritaMega4D, Indonesia – Israel bersumpah untuk memusnahkan kelompok Hamas dalam serangan gencarnya di Gaza. Namun negara ini tidak memiliki rencana akhir yang jelas untuk memerintah daerah kantong Palestina yang porak-poranda tersebut.
Israel telah mengerahkan 360.000 tentara cadangan dan membombardir daerah kantong kecil tersebut tanpa henti setelah serangan Hamas di Israel selatan pada 7 Oktober, yang menewaskan sekitar 1.400 orang, sebagian besar warga sipil.
Strategi langsung Israel, yang diberi nama sandi “Operasi Pedang Besi”, adalah menghancurkan infrastruktur Gaza, bahkan dengan korban sipil yang tinggi, mendorong penduduk daerah kantong tersebut menuju perbatasan Mesir sambil mengejar Hamas.
Namun para pejabat Israel mengatakan bahwa mereka tidak memiliki gambaran jelas seperti apa masa depan pascaperang.
Para pejabat Arab khawatir bahwa Israel belum menetapkan rencana yang jelas untuk masa depan daerah kantong tersebut, yang dikuasai oleh Hamas sejak tahun 2006 dan menampung 2,3 juta orang.
“Israel tidak punya tujuan akhir bagi Gaza. Strategi mereka adalah menjatuhkan ribuan bom, menghancurkan semuanya dan masuk, tapi lalu bagaimana? Mereka tidak punya strategi keluar untuk hari berikutnya,” kata salah satu sumber keamanan regional, seperti dilansir beritamega4d, Kamis (19/10/2023).
Beberapa pembantu Presiden AS Joe Biden juga khawatir bahwa meskipun Israel mungkin menyusun rencana efektif untuk menimbulkan kerusakan jangka panjang pada Hamas, Israel belum merumuskan strategi keluarnya.
Biden, dalam kunjungannya ke Israel pada Rabu, mengatakan bahwa keadilan perlu ditegakkan kepada Hamas, meskipun ia memperingatkan bahwa setelah serangan 9/11 di New York, AS telah melakukan kesalahan.
“Sebagian besar warga Palestina bukan Hamas”, katanya. “Hamas tidak mewakili rakyat Palestina.”
Invasi Israel belum dimulai, namun pihak berwenang Gaza mengatakan 3.500 warga Palestina telah tewas akibat pengeboman udara tersebut, di mana sekitar sepertiga dari mereka adalah anak-anak.
Awan Perang
Ketakutan di seluruh kawasan adalah bahwa perang akan meledak di luar Gaza, di mana Hizbullah Lebanon dan Iran, pendukungnya, membuka front baru yang besar untuk mendukung Hamas.
Sementara itu, seruan untuk pembentukan koridor kemanusiaan di Gaza dan rute pelarian bagi warga sipil Palestina telah mendapat reaksi keras dari negara-negara tetangga Arab.
Mereka khawatir invasi Israel akan memicu gelombang pengungsian massal yang permanen, yang merupakan ulangan perang kemerdekaan Israel tahun 1948 dan perang Arab-Israel tahun 1967.
Jutaan warga Palestina yang terpaksa mengungsi saat itu masih terdampar sebagai pengungsi di negara-negara yang menampung mereka hingga kini.
Yerusalem Timur, yang direbut oleh Israel dalam perang tahun 1967 dan kemudian dianeksasi, serta perluasan pemukiman Israel di seluruh wilayah pendudukan merupakan inti konflik dengan Palestina.
Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu sendiri secara terbuka menganut kelompok sayap kanan yang religius dan radikal, berjanji untuk mencaplok lebih banyak tanah untuk dihuni oleh orang-orang Yahudi
Ratusan warga Palestina telah tewas di Tepi Barat sejak awal tahun ini dalam bentrokan berulang kali dengan tentara dan pemukim Israel, dan terdapat kekhawatiran luas bahwa kekerasan tersebut akan melanda wilayah tersebut seiring dengan kebakaran yang terjadi di sekitar Gaza.
“Apa pun skenario terburuk yang Anda hadapi, hal itu akan menjadi lebih buruk,” kata sumber regional kedua tentang potensi konflik menyebar ke luar Gaza.