Kasus Pertamina, Ahok Bawa Dokumen Rapat saat Penuhi Panggilan Kejagung

Kasus Pertamina, Ahok Bawa Dokumen Rapat saat Penuhi Panggilan Kejagung

Jakarta, Indonesia – Eks Komisaris Utama PT Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, memenuhi panggilan Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus korupsi Pertamina, Kamis (13/3).

Berdasarkan pantauan di lokasi, Ahok tiba sekitar pukul 08.40 WIB dengan mengenakan kemeja coklat dan didampingi oleh timnya. Ia mengaku senang dipanggil oleh penyidik karena dapat membantu pengusutan kasus korupsi terkait tata kelola minyak mentah dan produk kilang di Pertamina pada periode 2018-2023.

“Sebetulnya secara struktur Subholding, tapi tentu saya sangat senang bisa membantu kejaksaan,” ujarnya di lokasi.

Ahok menegaskan bahwa dirinya siap mengungkap fakta-fakta hukum yang ia ketahui selama menjabat sebagai Komisaris Utama Pertamina. Ia juga membawa sejumlah dokumen dari hasil rapat yang telah dilakukan.

“Apa yang saya tahu akan saya sampaikan. Data yang kami bawa ini adalah data rapat. Jika diminta, tentu akan kami serahkan,” tuturnya.

Kerugian Negara Capai Rp193,7 Triliun

Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan sembilan orang tersangka, yang terdiri dari enam pegawai Pertamina dan tiga pihak swasta. Salah satu tersangka adalah Riva Siahaan, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga.

Kejagung mengungkapkan bahwa total kerugian negara akibat kasus ini mencapai Rp193,7 triliun. Rinciannya adalah sebagai berikut:

  • Kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri: Rp35 triliun.
  • Kerugian impor minyak mentah melalui DMUT/Broker: Rp2,7 triliun.
  • Kerugian impor BBM melalui DMUT/Broker: Rp9 triliun.
  • Kerugian pemberian kompensasi (2023): Rp126 triliun.
  • Kerugian pemberian subsidi (2023): Rp21 triliun.

Kejagung menegaskan bahwa para tersangka diduga bersekongkol dalam melakukan impor minyak mentah yang tidak sesuai prosedur serta mengolahnya dengan cara yang tidak semestinya. Akibat perbuatan tersebut, harga bahan bakar minyak (BBM) mengalami kenaikan sehingga pemerintah harus memberikan kompensasi subsidi yang lebih tinggi, yang bersumber dari APBN.

Kritik Ahok soal Penonaktifan KTP DKI Dijawab Heru Budi

Kritik Ahok soal Penonaktifan KTP DKI Dijawab Heru Budi

Jumat, 17 Mei 2024 22:28 WIB

Jakarta – Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) melontarkan kritik soal rencana penonaktifan NIK KTP warga Jakarta. Penjabat (PJ) Gubernur Heru Budi Hartono pun menjawab kritik tersebut.

Adapun kritik itu disampaikan oleh Ahok melalui kanal YouTube-nya Panggil Saya BTP yang tayang pada Jumat (3/5/2024) lalu. Dalam video itu, Ahok menjawab pertanyaan warga seputar Jakarta, salah satunya mengenai rencana penonaktifan KTP.

“Sekali lagi, bagi saya itu bukan suatu hal yang sangat penting. Jadi jangan merepotkan orang-orang lah,” ujar Ahok dalam video tersebut.

Menurut Ahok, kebijakan itu akan merepotkan masyarakat. Ia pun menyebut kebijakan ini dapat membuat masyarakat mengeluarkan biaya lebih untuk hal yang tidak penting.

“Sama kayak dulu orang tanya saya kenapa nggak mau ganti nama-nama jalan. Aduh, kalau saya ganti nama jalan, aduh repot banget kan gitu orang mesti ganti cap, surat, semua surat itu menambah biaya, menipiskan kantong orang Jakarta,” jelas Ahok.

Foto: Basuki Tjahaja Purnama (BTP) atau Ahok (beritamega4d.com)
Foto: Basuki Tjahaja Purnama (BTP) atau Ahok (beritamega4d.com)

“Janganlah hal-hal administrasi-administrasi, akhirnya membuat terjadi oknum pungli memanfaatkan, ada maklar yang membantu mengurus itu semua,” sambungnya.

Apa alasan Ahok mengkritik penonaktifan NIK ini?

Dinilai Merepotkan

Ahok juga menyebut banyak warga Jakarta yang mendapat pekerjaan di luar Jakarta. Ia menyayangkan bila seseorang harus berganti KTP hanya untuk bekerja.

“Misal contoh anda ditugaskan kerja di luar kota selama 6 bulan, setahun, masa anda harus kehilangan KTP anda di Jakarta. Betapa repotnya anda musti mengurus semua ulang segala hal hanya karena gara-gara harus dapet kerja,” ujarnya.

Ia juga menanyakan bagaimana nasib orang yang mempunyai rumah di Jakarta tapi tidak tinggal di sana. Ada pula orang yang memiliki lebih dari satu rumah.

“Kalau saya (misalnya) ada rumah dua, ya gabisa gitu kan. Nah org hrs milih, bayangin nanti sertifikat rumah di Jakarta atas nama siapa, gantinya bagaimana, jualnya bagaimana,” kata Ahok.

Jawaban Heru Budi

Penjabat (PJ) Gubernur Heru Budi Hartono pun menjawab kritik Ahok. Heru mengatakan Pemprov DKI hanya menjalankan aturan yang sudah ada.

“Sekali lagi, Pemda DKI hanya melaksanakan aturan yang sudah ada,” kata Heru saat ditemui di kawasan Monumen Nasional, Jakarta Pusat, Jumat (17/5).

Heru menjelaskan ketidakcocokan data KTP dapat menyebabkan banyak masalah. Salah satu masalah yang timbul adalah kepemilikan lokasi tempat tinggal.

“Kalau warganya sudah tinggal di daerah lain, di luar Jakarta, contoh banyak masukan dari tokoh masyarakat, rumahnya, alamatnya, dipakai oleh orang yang tidak dikenal,” jelas Heru.

Heru juga mengaku banyak pengusaha atau pengelola indekos yang keberatan bila dengan KTP yang tidak sesuai dengan domisili aslinya. Ada pula masalah lain terkait administrasi jiwa dan keselamatan penduduk.

“Pengusaha atau pengelola kos merasa keberatan mereka setelah tidak di situ, pindah alamat, tapi KTP-nya masih di situ. Yang berikutnya, warga yang sudah meninggal tidak dilaporkan. Yang terakhir, yang sangat perlu mendapatkan perhatian, jika seseorang itu kecelakaan, alamatnya berbeda, tempat RT-nya sudah tidak ada RT, tempat lokasi yang di alamat itu sudah tidak ada bangunan rumah, ke mana kita mau memberitahu keluarga,” ujarnya.

Penonaktifan KTP warga di luar Jakarta ini tertuang dalam UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Adapun untuk menjalankan aturan hukum tersebut, diterbitkan Surat Keputusan Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil DKI Jakarta Nomor 80 Tahun 2023 tentang Pedoman Penonaktifan dan Pengaktifan Kembali Nomor Induk Kependudukan (NIK).