Biden Bilang Netanyahu Perpanjang Perang Gaza Demi Tujuan Politik

Biden Bilang Netanyahu Perpanjang Perang Gaza Demi Tujuan Politik

Presiden AS Joe Biden (Foto: Chip Somodevilla/Getty Images)
Presiden AS Joe Biden (Foto: Chip Somodevilla/Getty Images)

Jakarta – Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengecam Benjamin Netanyahu dalam sebuah wawancara dengan majalah Time yang diterbitkan pada hari Selasa (4/6) waktu setempat.

Biden mengatakan ada banyak alasan untuk menyimpulkan bahwa perdana menteri Israel itu memperpanjang perang Gaza untuk menyelamatkan dirinya secara politik.

Biden menambahkan bahwa dia memiliki “ketidaksepakatan besar” dengan Netanyahu mengenai masa depan Gaza pasca-konflik. Menurutnya, Israel telah melakukan tindakan “tidak pantas” selama perang Gaza yang dipicu oleh serangan Hamas pada 7 Oktober.

Dalam wawancara tersebut, pemimpin berusia 81 tahun ini ditanya apakah dia yakin Israel memperlama perang demi mempertahankan diri secara politik.

“Ada banyak alasan bagi orang-orang untuk menarik kesimpulan itu,” jawab Biden, dikutip dari AFP dan Al Arabiya, Rabu (5/6/2024).

Biden mengakui bahwa dia dan Netanyahu, yang bersitegang seiring jumlah korban tewas di Gaza terus bertambah, berselisih keras mengenai perlunya pembentukan negara Palestina.

“Ketidaksepakatan terbesar saya dengan Netanyahu adalah, apa yang terjadi setelah… Gaza berakhir? Apa, kembali ke apa? Apakah pasukan Israel masuk kembali?” katanya.

“Jawabannya, kalau begitu, tidak bisa,” imbuh Biden.

Sebelumnya pada hari Jumat lalu, Biden menguraikan apa yang dia sebut sebagai rencana Israel, yang dalam tiga fase akan mengakhiri perang di Gaza, membebaskan semua sandera dan mengarah pada pembangunan ulang wilayah Palestina tersebut tanpa Hamas berkuasa lagi.

Namun, perpecahan antara AS dan Israel muncul ketika kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menekankan, bahwa perang yang sedang berlangsung di Gaza akan terus berlanjut sampai semua “tujuan Israel tercapai,” termasuk penghancuran kemampuan militer dan pemerintahan Hamas.

Media Israel mempertanyakan sejauh mana pidato Biden soal gencatan senjata dan beberapa rincian pentingnya telah dikoordinasikan dengan tim Netanyahu, termasuk berapa lama gencatan senjata akan berlangsung dan berapa banyak tawanan yang akan dibebaskan serta kapan.

Peringatan Raja Yordania ke Israel Jika Serang Gaza saat Ramadan

Peringatan Raja Yordania ke Israel Jika Serang Gaza saat Ramadan

beritamega4d.com
Senin, 28 Feb 2024 01:01 WIB

Gaza City – Israel masih terus meluncurkan serangan di Jalur Gaza, Palestina. Raja Yordania Abdullah II pun memperingatkan Israel agar tak meluncurkan serangan saat bulan suci Ramadan.

Sebagaimana diketahui, Israel masih melakukan serangan di Rafah, Jalur Gaza bagian selatan. Sementara itu, perundingan gencatan senjata terbaru untuk Jalur Gaza kembali dilanjutkan di Doha, Qatar, seperti dilaporkan media lokal Mesir pada Minggu (25/2) waktu setempat.

Namun Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu menegaskan bahwa kesepakatan apa pun tidak akan mencegah operasi militer di Rafah.

Netanyahu bahkan menyebut bahwa operasi militer di Rafah, Jalur Gaza bagian selatan, akan membawa Israel semakin dekat dengan “kemenangan total” atas Hamas. Rencana Israel menyerang Rafah menuai kecaman internasional mengingat Rafah menjadi tempat berlindung bagi 1,4 juta warga sipil Palestina.

Peringatan Israel ke Hamas

Pekan lalu, Israel memperingatkan jika Hamas tidak juga membebaskan sandera-sandera yang tersisa di Jalur Gaza hingga awal Ramadan, maka pasukannya akan terus berperang selama bulan suci bagi umat Muslim tersebut, termasuk di wilayah Rafah yang terletak dekat perbatasan Mesir.

“Dunia harus mengetahui, dan para pemimpin Hamas harus mengetahui — jika pada Ramadan, para sandera kami tidak dipulangkan, pertempuran akan berlanjut di mana-mana, termasuk di area Rafah,” tegas Menteri Israel Benny Gantz, yang merupakan pensiunan kepala staf militer, dalam konferensi pers pada 18 Februari.

“Hamas memiliki pilihan. Mereka bisa menyerahkan diri, melepaskan para sandera dan warga sipil Gaza bisa merayakan Ramadan,” cetus Gantz yang kini merupakan anggota kabinet perang Israel.

Saat Hamas melancarkan serangan mengejutkan terhadap Israel pada 7 Oktober lalu, lebih dari 250 orang diculik dan disandera di Jalur Gaza. Puluhan orang di antaranya telah dibebaskan dalam kesepakatan gencatan senjata singkat pada November lalu, dan kini tersisa sekitar 130 sandera yang masih ditahan di Jalur Gaza. Namun menurut Israel, sekitar 31 sandera di antaranya diperkirakan telah tewas.

Peringatan Raja Yordania

Terbaru, Raja Yordania Abdullah II memberikan peringatan untuk Israel jika terus melanjutkan operasi militer di Jalur Gaza selama bulan suci Ramadan, yang akan dimulai dua pekan lagi.

Raja Abdullah II memperingatkan bahwa perang regional yang lebih luas mungkin terjadi jika Tel Aviv terus menggempur Jalur Gaza.

Seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Senin (28/2/2024), peringatan itu disampaikan Raja Abdullah II saat bertemu dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas yang berkunjung ke Amman, ibu kota Yordania.

Kantor berita resmi Yordania, Petra, melaporkan bahwa Raja Abdullah dalam pertemuan dengan Abbas memperingatkan bahwa “berlanjutnya perang di Gaza selama bulan suci Ramadan, akan meningkatkan ancaman semakin meluasnya konflik”.

Peringatan Raja Abdullah II ini disampaikan di tengah laporan yang saling bertentangan bahwa upaya-upaya internasional untuk mencapai gencatan senjata di Jalur Gaza telah mencapai kemajuan.

“Yang Mulia menegaskan … perlunya mengerahkan segala upaya untuk mencapai gencatan senjata segera,” sebut Istana Kerajaan Yordania dalam pernyataan terpisah, seperti dilansir The National News.

Israel Disidang Mahkamah Internasional Hari Ini, soal Tudingan Afrika Selatan atas Genosida di Gaza

Israel Disidang Mahkamah Internasional Hari Ini, soal Tudingan Afrika Selatan atas Genosida di Gaza

Bendera Israel berkibar di dekat Gerbang Jaffa di Kota Tua Yerusalem (20/3). Gerbang Jaffa adalah sebuah portal yang dibuat dari batu yang berada dalam deret tembok bersejarah Kota Lama Yerusalem.

beritamega4d.com, Den Haag – Israel akan disidang pada hari Kamis, 11 Januari di pengadilan tinggi PBB terkait tuduhan genosida di Gaza, ketika Perdana Menteri Benjamin Netanyahu secara terbuka menolak seruan untuk pertama kalinya oleh beberapa menteri sayap kanan untuk menduduki wilayah kantong tersebut secara permanen.

Ketika perang Israel di Gaza terus berkecamuk, International Court of Justice/ ICJ (Mahkamah Internasional) di Den Haag, yang juga dikenal sebagai World Court (Pengadilan Dunia), akan mengadakan sidang pada hari Kamis (11/1) dan Jumat (12/1) dalam kasus yang diajukan oleh Afrika Selatan pada Desember 2023 yang mengklaim perang Israel melawan militan Hamas di Gaza melanggar Konvensi Genosida 1948.

Juru bicara pemerintah Israel Eylon Levy juga telah mengonfirmasi sidang tersebut pada hari Rabu (10/1): “Besok, Negara Israel akan hadir di hadapan Mahkamah Internasional untuk menghilangkan pencemaran nama baik yang tidak masuk akal oleh Afrika Selatan, karena Pretoria memberikan perlindungan politik dan hukum kepada Rezim Hamas.”

Mengutip Channel News Asia (CNA), Kamis (11/1/2024), sidang ini disebut akan membahas secara eksklusif permintaan Afrika Selatan untuk melakukan tindakan darurat yang memerintahkan Israel untuk menunda tindakan militernya di Gaza, sementara pengadilan mendengarkan kelayakan dari kasus tersebut–sebuah proses yang bisa memakan waktu bertahun-tahun.

Adapun Kolombia dan Brasil menyatakan dukungan mereka terhadap Afrika Selatan pada Rabu (10/1) malam.

Israel melancarkan serangannya setelah Hamas melancarkan serangan lintas batas pada 7 Oktober yang menurut Israel 1.200 orang tewas dan 240 orang diculik.

Sejak itu, pasukan Israel telah menghancurkan sebagian besar wilayah Gaza, dan hampir 2,3 juta penduduknya telah diusir dari rumah mereka setidaknya sekali, sehingga menyebabkan bencana kemanusiaan. Lebih dari 23.000 warga Palestina telah terbunuh.

Benjamin Netanyahu Perdana Tolak Seruan Sayap Kanan

Meskipun sikap tersebut telah menjadi kebijakan resmi Israel, komentar Netanyahu sebelumnya mengenai pendudukan permanen di Gaza tidak konsisten dan terkadang tidak jelas.

“Saya ingin memperjelas beberapa poin: Israel tidak berniat menduduki Gaza secara permanen atau menggusur penduduk sipilnya,” kata Netanyahu di platform media sosial X.

Berpotensi melontarkan komentarnya itu menjelang sidang ICJ, ia menambahkan: “Israel memerangi teroris Hamas, bukan penduduk Palestina, dan kami melakukannya dengan sepenuhnya mematuhi hukum internasional.”

Sementara itu, Yordania dan Mesir pada Rabu (10/1) memperingatkan terhadap pendudukan kembali Israel di Jalur Gaza dan mengimbau warga yang mengungsi agar diizinkan kembali ke rumah mereka saat Raja Yordania Abdullah dan Presiden Mesir Abdel Fatah al-Sisi bertemu.​

AS Kritik Afrika Selatan

Mengutip beritamega4d.com, sebelumnya dilaporkan bahwa Afrika Selatan akan menyampaikan argumennya pada tanggal 11 Januari. Sementara Israel akan memberikan tanggapannya pada tanggal 12 Januari.

Keputusan ICJ atas permintaan tindakan darurat diperkirakan akan keluar dalam beberapa minggu ke depan, namun proses penyelesaian kasus tersebut masih akan memakan waktu berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun.

Afrika Selatan ingin agar International Court of Justice (ICJ) atau Mahkamah Internasional segera memerintahkan Israel untuk menangguhkan operasi militernya di Gaza. Dalam pernyataannya pada minggu lalu menanggapi pengajuan gugatan hukum itu, Israel menyatakan menolak “dengan rasa jijik.”

Amerika Serikat kemudian mengkritik Afrika Selatan karena mengajukan kasus genosida, menolak tuduhan terhadap Israel atas perangnya di Gaza. “Pengajuan ini tidak ada gunanya, kontraproduktif dan sama sekali tidak memiliki dasar apapun,” ujar juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby dalam sebuah konferensi pers.

Secara terpisah, juru bicara Departemen Luar Negeri Matthew Miller mengatakan berdasarkan kajian Amerika Serikat, “kami belum melihat adanya tindakan yang merupakan genosida,” dikutip dari beritamega4d.com, Jumat (4/1/2023).

“Genosida, tentu saja, adalah kekejaman yang keji,” kata Miller kepada para wartawan. “Itu adalah tuduhan yang tidak bisa dianggap enteng.”

Israel Tolak Fitnah Afrika Selatan

Sebelumnya Israel juga sudah menolak tuduhan tersebut. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Israel, Lior Haiat, menulis di platform X, “Israel dengan rasa jijik menolak fitnah darah yang disebarkan oleh Afrika Selatan dan penerapannya” kepada ICJ. “Fitnah darah” atau “blood libel” adalah sebuah referensi untuk konspirasi antisemitisme kuno.

Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menambahkan Israel menunjukkan “moralitas yang tak tertandingi” dalam perang Gaza dan ia juga menolak tuduhan Afrika Selatan.

Di antara beberapa langkah mendesak lainnya, Afrika Selatan juga meminta ICJ untuk memerintahkan “Israel agar segera menghentikan operasi militernya di dalam dan terhadap Gaza” dan agar kedua negara “mengambil semua langkah yang masuk akal dalam kekuasaan mereka untuk mencegah genosida.”

Israel Tembak Staf Medis saat Konferensi Pers di RS Kamal Adwan Gaza

Israel Tembak Staf Medis saat Konferensi Pers di RS Kamal Adwan Gaza

Screenshot video korban yang tertimpa reruntuhan puing Rumah Sakit Kamal Adwan (Al Jazeera)
Puing bekas buldoser Israel kubur hidup-hidup warga Gaza Palestina. 

Jakarta, beritamega4d.com — Pasukan Israel dengan sengaja terlihat menembak ke arah staf medis yang sedang menggelar konferensi pers di halaman depan Rumah Sakit Kamal Adwan, Beit Lahiya, Jalur Gaza utara, Palestina Minggu (17/12).

Dalam klip video yang beredar di media sosial dan dikutip Middle East Monitor (MEMO), terlihat sejumlah dokter, perawat, dan staf medis RS tengah berkumpul dan melakukan pernyataan ke media.

Tak lama, terdengar suara tembakan yang mengarah ke kerumunan dokter dan staf medis tersebut hingga membuat mereka panik dan segera membubarkan diri untuk menghindar.

Menurut laporan MEMO, beberapa staf medis itu berasal dari Kementerian Kesehatan Palestina. Sejauh ini, tak ada korban luka atau yang meninggal dalam insiden itu.

Kejadian ini berlangsung kala pasukan Israel mengepung RS Kamal Adwan selama beberapa hari terakhir. Tentara Zionis juga melakukan serangan hingga membuldoser warga Palestina yang mengungsi di rumah sakit tersebut.

Kekejaman Israel terekam dalam video yang diunggah reporter Al Jazeera Anas Al Sharif di media sosial.

Di rekaman itu tampak halaman yang berisi banyak tenda dibuldoser Israel sebelum warga melarikan diri.

“Puluhan orang yang mengungsi, sakit, dan terluka dikubur hidup-hidup,” kata Al Sharif dalam video tersebut.

Dia lalu berujar, “Buldoser pasukan pendudukan [Israel] melindas tenda para pengungsi di halaman rumah sakit dan menghancurkan mereka secara brutal.”

Ia lalu menunjukkan halaman yang porak-poranda, tanah dan batu menjadi gundukan, serta mayat yang terkubur di reruntuhan.

Menurut saksi mata, terdapat puluhan orang yang mengungsi di halaman rumah sakit saat pasukan Israel menyerang.

Update Terkini Perang Gaza: Netanyahu Menggila, Israel Pecah

Update Terkini Perang Gaza: Netanyahu Menggila, Israel Pecah

Foto: Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menghadiri pertemuan dengan Presiden AS Joe Biden (tidak dalam gambar), saat Biden mengunjungi Israel di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan Hamas, di Tel Aviv, Israel, 18 Oktober 2023.  
Foto: Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menghadiri pertemuan dengan Presiden AS Joe Biden (tidak dalam gambar), saat Biden mengunjungi Israel di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan Hamas, di Tel Aviv, Israel, 18 Oktober 2023.

Jakarta, BeritaMega4D.com Indonesia – Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolak kesepakatan gencatan senjata selama 5 hari dengan kelompok Hamas di Gaza sebagai imbalan atas pembebasan beberapa sandera yang ditahan di wilayah tersebut pada awal perang.

Menurut sumber yang mengetahui hal tersebut, sebagaimana dilansir The Guardian, Jumat (10/11/2023), Netanyahu langsung menolak kesepakatan tersebut dalam perundingan segera setelah militan Hamas melancarkan serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya ke wilayah Israel pada tanggal 7 Oktober, yang menewaskan sekitar 1.400 orang.

Negosiasi dilanjutkan setelah peluncuran serangan darat Israel pada 27 Oktober, namun sumber yang sama mengatakan Netanyahu terus mengambil tindakan keras terhadap proposal yang melibatkan gencatan senjata dengan jangka waktu berbeda dengan imbalan sejumlah sandera.

Pihak lain mengindikasikan bahwa negosiasi yang dilakukan sebelum invasi darat melibatkan jumlah sandera yang jauh lebih besar, dengan Hamas mengusulkan pembebasan puluhan warga negara asing yang disandera di Gaza.

Diperkirakan 240 orang disandera setelah pejuang dari Hamas, Jihad Islam Palestina, dan kelompok lain yang berbasis di Gaza, serta warga sipil, melintasi pagar perbatasan yang memisahkan wilayah tersebut dari kota-kota Israel dan kibbutzim.

Kemarahan masyarakat dan tuntutan agar Israel memprioritaskan negosiasi penyanderaan makin meningkat, dengan keluarga korban yang ditahan di Gaza berkumpul di luar kediaman Netanyahu awal pekan ini.

Menurut tiga sumber yang mengetahui perundingan tersebut, kesepakatan awal yang dibahas adalah pembebasan anak-anak, perempuan, orang lanjut usia, dan orang sakit dengan imbalan gencatan senjata selama lima hari, namun pemerintah Israel menolaknya dan menunjukkan penolakannya dengan meluncurkan serangan darat.

Adapun pengeboman Israel serta invasi darat yang berkelanjutan di ujung utara Jalur Gaza, yang dihuni 2,3 juta orang, telah menewaskan lebih dari 10.500 orang dalam sebulan terakhir dan melukai lebih dari 25.000 orang.

Abu Obeida, juru bicara sayap militan Hamas, Izz ad-Din al-Qassam, mengatakan bahwa kelompok tersebut tidak dapat membebaskan lebih banyak sandera di tengah meningkatnya serangan.

Baca Juga : 10.560 Tewas, Israel Sebut Tak Ada Krisis Kemanusiaan di Gaza

Jeda Kemanusiaan

Pada Kamis, juru bicara dewan keamanan nasional AS John Kirby mengatakan Israel telah menyetujui “jeda kemanusiaan” selama empat jam setiap hari, dengan tujuan agar jeda kecil dalam pemboman dapat membantu keluarnya sandera dari Gaza. Kirby mengatakan Israel juga setuju untuk membuka koridor kedua bagi warga sipil untuk meninggalkan Kota Gaza.

Letkol Richard Hecht, juru bicara militer Israel, mengatakan: “Tidak ada gencatan senjata, saya ulangi tidak ada gencatan senjata. Apa yang kami lakukan, jangka waktu empat jam itu, adalah jeda lokal yang taktis untuk bantuan kemanusiaan.”

Jihad Islam Palestina merilis sebuah video yang menunjukkan dua sandera, seorang wanita berusia 70-an dan seorang anak laki-laki berusia 13 tahun, ditahan di Gaza. Seorang juru bicara sayap militer kelompok tersebut mengatakan pihaknya “siap melepaskan mereka atas dasar kemanusiaan ketika kondisi keamanan di lapangan terpenuhi”.

Hecht mengatakan rekaman itu merupakan “terorisme psikologis terburuk yang pernah saya lihat dalam hidup saya”.

Negosiasi tidak langsung antara pejabat Israel dan Hamas, yang dimediasi oleh Qatar karena kedua kelompok tersebut tidak memiliki kontak resmi, baru-baru ini berfokus pada kemungkinan gencatan senjata yang berlangsung antara satu hingga tiga hari, terkait dengan pembebasan antara 10 hingga 15 sandera.

Sebuah sumber yang mengetahui perundingan tersebut mengatakan bahwa dorongan untuk menghentikan permusuhan dalam waktu singkat dan menukarkan sejumlah kecil sandera merupakan ujian lakmus dan pintu gerbang bagi perundingan sandera lebih lanjut.

Baca Juga : Israel Tembus Jatung Gaza, Negara Eropa Teriak “Bom” Sanksi

Pembebasan Sandera

Para pejabat dari Mesir dan PBB serta seorang diplomat Barat mengatakan kepada Associated Press bahwa kesepakatan tersebut juga akan memungkinkan lebih banyak bantuan, termasuk sejumlah kecil bahan bakar, untuk masuk ke Gaza setelah Israel mengurangi sebagian besar pasokan makanan, air, bantuan dan bahan bakar beberapa hari setelahnya. serangan Hamas.

Para pejabat AS mengatakan kepada AP bahwa pemerintahan Biden menyarankan untuk menghubungkan lamanya gencatan senjata dengan jumlah sandera yang akan dibebaskan.

Negosiasi untuk membebaskan para sandera menghasilkan pembebasan empat wanita, termasuk dua warga negara Amerika dan dua warga Israel, pada tanggal 20 dan 24 Oktober. Saluran berita kabel Mesir, Al Qahera, melaporkan mediator Mesir hampir mencapai kesepakatan yang akan menghasilkan “gencatan senjata kemanusiaan” di Gaza dan pertukaran sandera.

Noam Sagi, yang ibunya disandera mengatakan telah mendengar banyak rumor dalam 30 hari terakhir. “Kami berada di tengah penyiksaan psikologis selama 34 hari terakhir. Rumor datang dan pergi. Kami mengharapkan semua orang yang terlibat untuk membawa pulang semua sandera sekarang. Itu adalah prioritas nomor satu.”

Yehuda Beinin, yang putrinya dan menantu laki-lakinya diculik dari Kibbutz Nir Oz, mengatakan laporan yang muncul tentang gencatan senjata “sangat tidak jelas”.

“Apa yang harus kami katakan kepada pemerintah Israel adalah: tugas Anda adalah menjamin pembebasan para sandera. Bagaimana Anda melakukan hal itu, itu masalah Anda,” kata pria berusia 70 tahun itu.

“Saya tidak merasa satu bulan telah berlalu, saya tidak punya konsep waktu. Ini benar-benar kabur dan sangat tidak nyata, sangat menakutkan.”

Permintaan Israel

Salah satu sumber yang mengetahui perundingan tersebut, yang melambat setelah invasi darat Israel, mengatakan bahwa poin utama diskusi adalah permintaan pihak Israel agar Hamas memberikan daftar lengkap yang menyebutkan nama dan rincian setiap orang yang ditahan di Gaza. Pihak Israel tidak mau menghentikan pengeboman tanpa menerima daftar ini.

Hamas menjawab bahwa mereka tidak dapat memberikan daftar tersebut tanpa jeda dalam pertempuran, karena diperkirakan 240 sandera disandera oleh sejumlah kelompok berbeda di berbagai tempat di Gaza. Hal ini menunjukkan bahwa bahkan para pemimpin Hamas tidak mengetahui secara pasti berapa banyak orang yang ditawan, lokasi mereka, atau jumlah orang yang selamat dari pemboman tersebut.

Sumber lain mengatakan Hamas pada awalnya meminta pertukaran tahanan, bahan bakar, dan pasokan lainnya sebagai imbalan bagi para sandera, namun tuntutan ini dibatalkan demi penghentian serangan udara saja.

“Setiap kali permintaan balasan Israel semakin sulit,” kata sumber itu. Anggota Hamas sebelumnya mengatakan mereka menyandera untuk ditukar dengan ribuan tahanan Palestina yang ditahan di penjara Israel.

Perpecahan di Israel

Perundingan ini juga telah memunculkan perpecahan di dalam pemerintahan Israel, yang mempertemukan kelompok garis keras di kalangan militer, kelompok sayap kanan pemerintah, dan khususnya Netanyahu, melawan badan intelijen Mossad, yang merupakan lembaga utama dalam negosiasi penyanderaan, dan beberapa jenderal.

“Setiap kali Bibi [Netanyahu] mencapai kesepakatan, maka tuntutannya akan lebih keras,” kata salah satu sumber. Netanyahu telah berulang kali secara terbuka menolak gagasan gencatan senjata, dan malah memilih untuk meningkatkan serangan terhadap Gaza.

Pada pertengahan bulan Oktober, mantan agen Mossad David Meidan, yang merundingkan pembebasan tentara Israel Gilad Shalit dari Gaza lebih dari satu dekade lalu, mengatakan kepada Haaretz bahwa tidak ada keraguan masalah pertama yang harus dihadapi negara adalah masalah para tawanan.

“Kesempatan untuk melakukan hal ini sangatlah sempit. Kami harus menyelesaikan ini… dalam waktu seminggu,” katanya.

Pembicaraan terfokus pada upaya untuk menemukan tokoh-tokoh di kamp Israel yang bersedia menerima argumen bahwa pembebasan sandera lebih lanjut tidak mungkin dilakukan di tengah meningkatnya pertempuran.

“Perang berlangsung dengan kekuatan yang belum pernah disaksikan Hamas,” Netanyahu menyatakan dalam pidatonya yang tegas menandai satu bulan sejak serangan tersebut. “Tidak akan ada gencatan senjata tanpa kembalinya kami yang diculik.”

Media Israel melaporkan bahwa direktur Mossad saat ini, David Barnea, dan mantan direktur Yossi Cohen baru-baru ini mengunjungi Doha untuk membahas negosiasi penyanderaan. Kunjungan mereka, serta meningkatnya peran Mossad dalam negosiasi, tampaknya mengalihkan diskusi ke arah kemungkinan pembebasan sandera terbatas yang terkait dengan gencatan senjata sementara.

Kepala CIA, William Burns, mengunjungi Kairo dan Israel awal pekan ini, bertemu dengan presiden Mesir, Abdel Fatah al-Sisi. Burns bertemu dengan pimpinan Mossad Barnea dan perdana menteri Qatar di Doha pada hari Kamis.

Sumber yang mengetahui pembicaraan tersebut mengatakan kepada Reuters bahwa kelompok tersebut membahas izin sejumlah kecil bahan bakar ke Gaza untuk tujuan kemanusiaan, yang sejauh ini ditolak Israel, serta kesepakatan untuk membebaskan sejumlah kecil sandera dengan imbalan gencatan senjata satu atau dua hari. Namun hasil perundingan tersebut masih belum jelas.

TEL AVIV, BeritaMega4D.com - Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengatakan, negaranya akan mengambil tanggung jawab penuh atas keamanan Gaza untuk waktu yang tidak terbatas setelah perang dengan Hamas berakhir.

PM Israel Sebut Negaranya Akan Ambil Alih Tanggung Jawab Keamanan Gaza Setelah Perang

Perdana Menteri Israel yang baru Benjamin Netanyahu (kanan) memimpin rapat kabinet pertama pemerintahan barunya di Yerusalem pada Kamis (29/12/2022).

TEL AVIV, BeritaMega4D.com – Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengatakan, negaranya akan mengambil tanggung jawab penuh atas keamanan Gaza untuk waktu yang tidak terbatas setelah perang dengan Hamas berakhir.

“Israel, untuk jangka waktu yang tidak terbatas, akan memikul tanggung jawab keamanan secara keseluruhan,” kata dia, dalam sebuah wawancara televisi dengan ABC News yang disiarkan pada Senin (6/11/2023).

PM Israel kemudian menyampaikan dalih negaranya perlu mengambil alih tanggung jawab keamanan Gaza tersebut.

Baca juga: Jurnalis di Gaza: Kemarin Saya Menangisi Anak Orang Lain Tiada, Hari Ini Sayalah yang Kehilangan

“Ketika kami tidak memiliki tanggung jawab keamanan itu, yang kami alami adalah meletusnya teror Hamas dalam skala yang tidak dapat kami bayangkan,” ucapnya, sebagaimana dikutip dari AFP.

Militer Israel seperti diketahui telah tanpa henti menyerang Gaza sejak 7 Oktober lalu, ketika Hamas melancarkan serangan lintas batas yang menewaskan 1.400 orang di Israel menurut pihak berwenang Israel.

Jumlah korban tewas di Gaza telah melampaui 10.000 orang, berdasarkan laporan terbaru Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas pada Senin, termasuk lebih dari 4.000 anak-anak.

Dalam wawancara pada Senin, PM Israel Benjamin Netanyahu membantah angka yang dilaporkan Kementerian Kesehatan di Gaza tersebut.

Menurutnya, jumlah korban di Gaza kemungkinan besar mencakup “beberapa ribu” pejuang Palestina.

Baca juga: Hamas Minta Mesir Percepat Bantuan ke Gaza: Jangan Jadi Penonton!

PM Israel tolak seruan gencatan senjata

Meskipun ada seruan gencatan senjata dari Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dan para pemimpin dunia lainnya, Netanyahu mengatakan bahwa ia tidak mendukung gencatan senjata.

“Tidak akan ada gencatan senjata -gencatan senjata umum- di Gaza tanpa pembebasan para sandera kami,” katanya.

“Sejauh menyangkut taktis, jeda-jeda kecil -satu jam di sini, satu jam di sana- kami sudah pernah melakukannya,” tambah Netanyahu.

Dia menyampaikan, Israel mungkin akan menyetujui jeda untuk mengizinkan barang-barang kemanusiaan masuk ke Gaza atau mengizinkan para sandera meninggalkan wilayah Palestina yang terkepung.

Ketika ditanya apakah ia harus bertanggung jawab atas serangan Hamas pada 7 Oktober, Netanyahu mengatakan “tentu saja”.

“Ini bukan pertanyaan dan harus diselesaikan setelah perang,” katanya.

Dia mengakui bahwa pemerintahnya “jelas” tidak memenuhi kewajiban untuk melindungi rakyatnya.